Atresia ani


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Atresia ani, (dubur/pelepasan imperforated), adalah kegagalan dari selaput yang anal untuk pecah;rinci. Dubur itu adalah utuh dan berkait dengan selaput. Atresia ani adalah paling sering ditemui di dalam melahirkan anak sapi dan babi-babi. Jika tujuan dubur dengan membabi buta sebagai suatu kantung culde suatu jarak yang pendek berkenaan dengan tengkorak kepada selaput yang anal, kondisi itu menyebut atresia rektal (Angguk dan Lahunta 1985).
Dubur/pelepasan vaginalis adalah keganjilan di mana satu pembukaan tidak biasa ada antara dubur terminal dan liang peranakan. Dubur/pelepasan itu bisa secara parsial dikembangkan atau kekurangan dan tinja diungsikan melalui vulva. Ketiadaan dubur/pelepasan, dubur atau tanda titik dua kecil adalah satu menerima warisan kelainan mematikan. Itu muncul yang luar biasa di dalam populasi yang umum hanya dengan suatu secara relatif persentase yang tinggi di dalam jenis atau bangsa dengan darah bercampur yang tertentu (Oehme dan Perier 1974). 
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. Bentuk cacat sejak lahir merekam dalam 71 pemamah biak, termasuk melahirkan anak sapi, anak domba dan anak-anak, secara retrospektif ditinjau. Ada 15 atresia ani,10 atresia ani recti, 2 atresia ani dengan vaginal dan kesterilan kandung kecing/dalam, 11 dubur/pelepasan vaginalis, 3 kloaka yang gigih, satu kloaka yang gigih dengan kesterilan tulang belakang, 11 urachus yang gigih, 7 divertikulum urethral, 8 omphalocele dan 3 meningoceles. Perawatan berhub dg pembedahan untuk  kondisi-kondisi seperti itu dilaksanakan setelah diagnosis pembedaan.

B.    Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan Atresia Ani ?
2.    Apa etiologi dari Atresia Ani ?
3.    Sebutkan manifestasi klinis dari Atresia Ani ?
4.    Bagaimana Patofisiologi dari Atresia Ani ?
5.    Apa saja data penunjang dari Atresia Ani ?
6.    Bagaimana pathway dari Atresia Ani ?
7.    Bagaimana pengkajian pada Atresia Ani ?
8.    Apa sajakah diagnosa keperawatan dari Atresia Ani ?

C.   Tujuan
Adapun tujuannya yaitu :
1.    Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi dari  Atresia Ani.
2.    Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari Atresia Ani.
3.    Mahasiswa mampu menyebutkan manifestasi klinis dari Atresia Ani
4.    Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari Atresia Ani .
5.    Mahasiswa mampu menyebutkan data penunjang dari Atresia Ani .
6.    Mahasiswa mampu menjelaskan pathway dari Atresia Ani .
7.    Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Atresia Ani .
8.    Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan dari Atresia Ani.













BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A.      Definisi
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara kongenital (Dorland, 1998).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).
Atresia Ani berasal dari dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, atresia artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubuler secara kongenital disebut juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya atau buntutnya saluran atau rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia ani yaitu yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu Anus imperforata.

B.      Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.    Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2.    Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3.    Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

C.      Manifestasi Klinik
1.    Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.    Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3.    Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4.    Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5.    Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6.    Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7.    Perut kembung.
(Betz. Ed 7. 2002)

D.      Patofisiologi
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakaal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fekal. Kegagalan migarasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretraa dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya.

E.       Data Penunjang
1.    Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
2.    Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3.    Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4.    Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5.    Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6.    Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
a.    Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.

b.    Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c.    Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

A.      PENGKAJIAN

1.    Biodata klien
2.    Riwayat keperawatan
a.  Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b.  Riwayat kesehatan masa lalu
3.    Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
4.     Riwayat tumbuh kembang
a.    BB lahir abnormal
b.    Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang
b.    Pernah mengalami trauma saat sakit
c.    Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d.    Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
5.    Riwayat sosial
Hubungan social
6.   Pemeriksaan Fisik
a.  Pemeriksaan fisik terhadap daerah penutupan kolostomi:
1)      Keadaan luka: tanda kemerahan, pengeluaran cairan
2)      Adanya pembengkakan dan menutup sempurna
3)      Lakukan pengkajian kepatenan lubang anal pada bayi baru lahir
b.    Pemeriksaan daerah rektum:
1)      Pengeluaran feses
2)      Observasi adanya pasase mekonium. Perhatikan bila mekonium tampak pada orifisium yang tidak tepat.
3)      Observasi feses yang seperti karbon pada bayi yang lebih besar atau anak kecil yang mempunyai riwayat kesulitan defekasi atau distensi abdomen
4)      Bantu dengan prosedur diagnostik mis : endoskopi, radiografi
c.    Kecemasan
d.    Nyeri



BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A.    Diagnosa Keperawatan
Pre Oprasi :
1.    Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan feses keluar melalui vagina
2.    Resti infeksi berhubungan dengan feses keluar melalui vagina
3.    Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia
4.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran feses tidak terkontrol
Post Oprasi :
1.    Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post operasi
2.    Resti infeksi berhubungan dengan perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
3.    Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol
4.    Gangguan body image berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh

B.    Definisi
Pre Operasi
1.  Keadaan ketika seorang individu mengalami atau beresiko mengalami disfungsi eliminasi feses
2.  Keadaan ketika seseorang individu beriko terserang oleh agens patogenik atau oportunistik (virus, jamur, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen
3.  Suatu keadaan ketika individu yang tidak puasa mengalami atau beresiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat atau metabolism nutrient yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik
4.  Keadaan ketika seorang individu yang tidak menjalani puasa mengalami atau beresiko mengalami dehidrasi vascular, interstisial, atau intravascular

Post Oprasi
1.    Keadaan ketika individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang
2.    Keadaan ketika seseorang individu beriko terserang oleh agens patogenik atau oportunistik (virus, jamur, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen
3.    Keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kerusakan jaringan epidermis dan dermis
4.    Suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keadaan negative dari perubahan mengenai perasaan, fikiran, atau pandangan mengenai dirinya.

C.   Intervensi
Pre Operasi:
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1















2..










3.


















4.












Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan feses keluar melalui vagina










Resti infeksi berhubungan dengan feses keluar melalui vagina






Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia












Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran feses tidak terkontrol


Tujuan : Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAB setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan KH:
  1. Pasien dapat BAB dengan normal
  2. Tidak ada perubahan pada jumlah feses

Tujuan : Tidak ada tanda-tanda infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH:
Tanda infeksi tidak ada


Tujuan : Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan KH :
  1. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
  2. Turgor pasien baik
  3. Pasien tidak mual, muntah
  4. Nafsu makan bertambah

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan volume cairan terpenuhi dengan KH :
1.    Turgor kulit baik
2.       Pengeluaran feses terkontrol
1.    Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
2.    Ajarkan teknik relaksasi distraksi
3.    Berikan posisi yang nyaman pada pasien
4.    Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi



1.    Kaji KU pasien
2.    Observasi tanda-tanda infeksi
3.    Kolaborasi pemberian antibiotik




1. Kaji KU pasien
2. Timbang berat badan pasien
3. Catat frekuensi mual, muntah pasien
4. Catat masukan nutrisi pasien
5. Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi
6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu




1. Monitor intake – output cairan
2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
3. Pantau TTV

1.Mengetahui pola BAB pasien
2. Mengetahui input dan output cairan yang ada dalam tubuh klien
 3.Mengetahui adanya komplikasi
4.Mengurangi  rasa sakit


1. Untuk mengetahui keadsaan umum pasien
2.Mengetahui adanya tanda-tanda infeksi
3. Untuk meminimalkan jumlah bakteri

1. Mengetahui keadaan umum pasien
2.Mengantisipasi adanya malnutrisi
3.  Mengetahui output pasien
4. Mengetahui input pasien.
5. Untuk menambah nutrisi pasien
6. Mengetahui diit yang dibutuhkan



1.  Mengantisipasi adanya dehidrasi.
2.  Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi.
3.  Mengetahui keadaan umum pasien
http://krisbudadharma.blogspot.com/2012/05/atresia-ani.html

0 komentar:

ATHRESIA ESOFAGUS


ATHRESIA ESOFAGUS

A.    PENGERTIAN
Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut. (Smeltzer & Bare 2002:2342)
Atresia Esophagus adalah kealinan kontinuitas lumen esophagus dimana bagian distal esophagus sampai kardia tidak mau membuka sehingga mengganggu aliran makanan (Sudaryat, 2005).
Klasifikasi atresia esophagus :
a.    Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus
b.    Atresia esofagus terisolasi tanpa fistula
c.    Fistula trakeoesofagus tanpa atresia
d.    Atresia esofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal
e.    Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal dan proksimal
B.    ETIOLOGI
Atresia esophagus merupakan suatu kelainan bawaan pada  saluran pencernaan. Kelainan ini biasanya disertai fistula antara trakhea ke esofagus. Insidennya bervariasi, dimana tahun 1957, Haight di Michigan mendapatkan 1 : 4425 bayi lahir hidup, sedangkan pada tahun 1988, Kyronen dan Hemmiki mendapatkan insiden sebesar 1 : 2440 kelahiran hidup. Insiden pada pria sebanding dengan wanita: yang disebabkan oleh sosial ekonomi rendah, umur ibu yang mudah dan tua, dan adanya penggunaan jangka panjang pil kontrasepsi. Terjadinya atresia esofagus terjadi karena esofagus dan trakhea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gesitasi pada minggu keempat dan kelima.Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18  dengan dugaan penyebab genetik.Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli  tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tetang proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

C.   Manifestasi KliniK
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
·       Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi
·       Sianosis
·       Batuk dan sesak napas
·       Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
·       Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus
·       Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
·       Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.
D.   Patofisiologi

Atresia ini terjadi akibat adanya gangguan rekanalisasi yang mengikuti proses penyumbatan lumen yang terjadi selama fase proliferasi epitel. Sedangkan hipotesis lama mengatakan bahwa atresia ini terjadi akibat anomali vaskuler lokal sehingga mengakibatkan gangguan vaskularisasi usus yang akhirnya, terjadilah perforasi dan reabasorbsi dinding intra uterin, sehingga terbentuk diskontinuitas dari lumen usus.Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh  oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.
E.    Pathway
F.    Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1.Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2.Gastroesofagus refluk.
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3.Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.

4.Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5.Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6.Batuk kronis.
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7.Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
G.   Pemeriksaan Penunjang
a.      Foto thraks, gambaran penebalan pada dinding posterior trakea merupakan suatu petunjuk adanya kelainan pada esofagus.
b.      CT Scan, terdapat penampakan sagital.
c.      USG (Ultrasonogafi), terdapat adanya area anehoik pada bagian tengah leher fetus  dan adanya gelembung udara pada perut fetus.

H.   Penatalaksanaan
Operasi atresia esofagus bukanlah emergensi. Segera setelah diagnosis ditegakkan, dipasang sonde ke esofagus untuk mengisap air liur sehingga tidak terjadi akumulasi dan resiko aspirasi dapat dikurangi. Lebih baik bila dipasang sonde dengan 2 lumen, dimana dari lumen pertama dialirkan NaCl untuk mencairkan air liur sedangkan lumen yang lain untuk mengisap.
Bila atresia esofagus disertai fistula trakeoesofageal, bayi diletakkan dengan kepala lebih tinggi  30° untuk mencegah refluks/aspirasi asam lambung. Hendaknya mulai diterapi dengan antibiotika dan konsul ke bagian bedah. Untuk fistula yang diameternya besar, memerlukan gastrostomi yang emergensi untuk mencegah distensi gaster akut yang mengancam hidup karena terjadinya respiratory embarrassment. Untuk beyi aterm yang sehat, tanpa ada anomaly lainnya, dengan pneumonitis ringan, penutupan fistula dilakukan pada bayi yang berumur 24 – 72 jam, dan bila mungkin sekaligus dilakukan penyambungan esofagus. Pada keadaan ini, gastrostomi bisa tidak dilakukan, tetapi jika bayi dengan pneumonia berat, atau berhubungan dengan masalah medis yang meningkatkan resiko bedah, maka hanya dilakukan gastrostomi dekompresi.
Perawatan setelah operasi perlu dilakukan secara intensif. Perlu dilakukan pengisapan secret di saluran napas atas secra teratur untuk mencegah aspirasi. Nutrisi perlu diberikan secara parenteral; tetapi setelah 3 – 5 hari, nutrisi bisa diberikan lewat sonde gastrostomi. Makanan per-oral biasanya sudah bisa diberikan 7 – 10 hari setelah operasi.
Pada atresia esofagus tanpa fistula, jika jarak antara kedua ujung esofagus > 4 cm, biasanya perlu dilakukan pergantian esofagus, yang diawali dengan gastrostomi untuk tempat pemberian makanan dan esofagostomi servikal untuk diversi secret. Setelah usia 1 tahun kedua segmen esofagus bisa bisa dihubungkan dengan sonde gaster atau segmen usus halus. 

0 komentar:

Go to Top
Copyright © 2015 KRIS BUDADHARMA
Distributed By My Blogger Themes | Template Created By