ATHRESIA
ESOFAGUS
A.
PENGERTIAN
Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal
esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen
berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring
ke perut.
(Smeltzer & Bare 2002:2342)
Atresia Esophagus adalah kealinan kontinuitas lumen
esophagus dimana bagian distal esophagus sampai kardia tidak mau membuka
sehingga mengganggu aliran makanan (Sudaryat, 2005).
Klasifikasi
atresia esophagus :
a.
Atresia esofagus dengan fistula
trakeoesofagus
b.
Atresia esofagus terisolasi tanpa
fistula
c.
Fistula trakeoesofagus tanpa atresia
d.
Atresia esofagus dengan fistula
trakeo esofagus proksimal
e.
Atresia esofagus dengan fistula
trakeoesofagus distal dan proksimal
B. ETIOLOGI
Atresia esophagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan. Kelainan ini biasanya
disertai fistula antara trakhea ke esofagus. Insidennya bervariasi, dimana
tahun 1957, Haight di Michigan mendapatkan 1 : 4425 bayi lahir hidup, sedangkan
pada tahun 1988, Kyronen dan Hemmiki mendapatkan insiden sebesar 1 : 2440
kelahiran hidup. Insiden pada pria sebanding dengan wanita: yang disebabkan
oleh sosial ekonomi rendah, umur ibu yang mudah dan tua, dan adanya penggunaan
jangka panjang pil kontrasepsi. Terjadinya atresia esofagus terjadi karena
esofagus dan trakhea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gesitasi
pada minggu keempat dan kelima.Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen
apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya
dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang
terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan
18 dengan dugaan penyebab genetik.Namun saat ini, teori tentang tentang
terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi
berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tetang proses embriopatologi
masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.
C.
Manifestasi
KliniK
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia
esofagus, antara lain:
·
Mulut berbuih (gelembung udara dari
hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi
·
Sianosis
·
Batuk dan sesak napas
·
Gejala pneumonia akibat regurgitasi
air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui
fistel ke jalan napas
·
Perut kembung atau membuncit, karena
udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus
·
Oliguria, karena tidak ada cairan
yang masuk
·
Biasanya juga disertai dengan
kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.
D.
Patofisiologi
Atresia ini terjadi akibat adanya gangguan rekanalisasi yang
mengikuti proses penyumbatan lumen yang terjadi selama fase proliferasi epitel.
Sedangkan hipotesis lama mengatakan bahwa atresia ini terjadi akibat anomali
vaskuler lokal sehingga mengakibatkan gangguan vaskularisasi usus yang
akhirnya, terjadilah perforasi dan reabasorbsi dinding intra uterin, sehingga
terbentuk diskontinuitas dari lumen usus.Janin dengan atresia esofagus tidak
dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus
dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian
menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan
menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi
aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar
asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika
bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi
gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh
gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali
melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan
kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan
ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada
eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia
berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah
manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke
kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.
E. Pathway
F.
Komplikasi
Komplikasi-komplikasi
yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula
atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1.Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas
terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas
bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai
makan dan minum.
2.Gastroesofagus refluk.
Kira-kira
50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada
saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke
esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3.Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan
ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4.Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia
adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini
dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah
terjadinya ulkus.
5.Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi
ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi
makanan ke dalam trakea.
6.Batuk kronis.
Batuk
merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini
disebabkan kelemahan dari trakea.
7.Meningkatnya infeksi saluran
pernafasan.
Pencegahan
keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
G.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Foto thraks, gambaran penebalan pada
dinding posterior trakea merupakan suatu petunjuk adanya kelainan pada
esofagus.
b.
CT Scan, terdapat penampakan
sagital.
c.
USG (Ultrasonogafi), terdapat adanya
area anehoik pada bagian tengah leher fetus
dan adanya gelembung udara pada perut fetus.
H.
Penatalaksanaan
Operasi atresia esofagus bukanlah emergensi. Segera setelah
diagnosis ditegakkan, dipasang sonde ke esofagus untuk mengisap air liur
sehingga tidak terjadi akumulasi dan resiko aspirasi dapat dikurangi. Lebih
baik bila dipasang sonde dengan 2 lumen, dimana dari lumen pertama dialirkan
NaCl untuk mencairkan air liur sedangkan lumen yang lain untuk mengisap.
Bila atresia esofagus disertai fistula trakeoesofageal, bayi
diletakkan dengan kepala lebih tinggi
30° untuk mencegah refluks/aspirasi asam
lambung. Hendaknya mulai diterapi dengan antibiotika dan konsul ke bagian
bedah. Untuk fistula yang diameternya besar, memerlukan gastrostomi yang
emergensi untuk mencegah distensi gaster akut yang mengancam hidup karena
terjadinya respiratory embarrassment.
Untuk beyi aterm yang sehat, tanpa ada anomaly lainnya, dengan pneumonitis
ringan, penutupan fistula dilakukan pada bayi yang berumur 24 – 72 jam, dan
bila mungkin sekaligus dilakukan penyambungan esofagus. Pada keadaan ini,
gastrostomi bisa tidak dilakukan, tetapi jika bayi dengan pneumonia berat, atau
berhubungan dengan masalah medis yang meningkatkan resiko bedah, maka hanya
dilakukan gastrostomi dekompresi.
Perawatan setelah operasi perlu dilakukan secara intensif.
Perlu dilakukan pengisapan secret di saluran napas atas secra teratur untuk
mencegah aspirasi. Nutrisi perlu diberikan secara parenteral; tetapi setelah 3
– 5 hari, nutrisi bisa diberikan lewat sonde gastrostomi. Makanan per-oral biasanya
sudah bisa diberikan 7 – 10 hari setelah operasi.
Pada atresia esofagus tanpa fistula, jika jarak antara kedua
ujung esofagus > 4 cm, biasanya perlu dilakukan pergantian esofagus, yang
diawali dengan gastrostomi untuk tempat pemberian makanan dan esofagostomi
servikal untuk diversi secret. Setelah usia 1 tahun kedua segmen esofagus bisa
bisa dihubungkan dengan sonde gaster atau segmen usus halus.
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances