featured Slider


?max-results="+numposts1+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=bthemez_slider\"><\/script>");

ATHRESIA ESOFAGUS


ATHRESIA ESOFAGUS

A.    PENGERTIAN
Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut. (Smeltzer & Bare 2002:2342)
Atresia Esophagus adalah kealinan kontinuitas lumen esophagus dimana bagian distal esophagus sampai kardia tidak mau membuka sehingga mengganggu aliran makanan (Sudaryat, 2005).
Klasifikasi atresia esophagus :
a.    Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus
b.    Atresia esofagus terisolasi tanpa fistula
c.    Fistula trakeoesofagus tanpa atresia
d.    Atresia esofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal
e.    Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal dan proksimal
B.    ETIOLOGI
Atresia esophagus merupakan suatu kelainan bawaan pada  saluran pencernaan. Kelainan ini biasanya disertai fistula antara trakhea ke esofagus. Insidennya bervariasi, dimana tahun 1957, Haight di Michigan mendapatkan 1 : 4425 bayi lahir hidup, sedangkan pada tahun 1988, Kyronen dan Hemmiki mendapatkan insiden sebesar 1 : 2440 kelahiran hidup. Insiden pada pria sebanding dengan wanita: yang disebabkan oleh sosial ekonomi rendah, umur ibu yang mudah dan tua, dan adanya penggunaan jangka panjang pil kontrasepsi. Terjadinya atresia esofagus terjadi karena esofagus dan trakhea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gesitasi pada minggu keempat dan kelima.Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18  dengan dugaan penyebab genetik.Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli  tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tetang proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

C.   Manifestasi KliniK
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
·       Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi
·       Sianosis
·       Batuk dan sesak napas
·       Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
·       Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus
·       Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
·       Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.
D.   Patofisiologi

Atresia ini terjadi akibat adanya gangguan rekanalisasi yang mengikuti proses penyumbatan lumen yang terjadi selama fase proliferasi epitel. Sedangkan hipotesis lama mengatakan bahwa atresia ini terjadi akibat anomali vaskuler lokal sehingga mengakibatkan gangguan vaskularisasi usus yang akhirnya, terjadilah perforasi dan reabasorbsi dinding intra uterin, sehingga terbentuk diskontinuitas dari lumen usus.Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh  oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.
E.    Pathway
F.    Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1.Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2.Gastroesofagus refluk.
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3.Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.

4.Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5.Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6.Batuk kronis.
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7.Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
G.   Pemeriksaan Penunjang
a.      Foto thraks, gambaran penebalan pada dinding posterior trakea merupakan suatu petunjuk adanya kelainan pada esofagus.
b.      CT Scan, terdapat penampakan sagital.
c.      USG (Ultrasonogafi), terdapat adanya area anehoik pada bagian tengah leher fetus  dan adanya gelembung udara pada perut fetus.

H.   Penatalaksanaan
Operasi atresia esofagus bukanlah emergensi. Segera setelah diagnosis ditegakkan, dipasang sonde ke esofagus untuk mengisap air liur sehingga tidak terjadi akumulasi dan resiko aspirasi dapat dikurangi. Lebih baik bila dipasang sonde dengan 2 lumen, dimana dari lumen pertama dialirkan NaCl untuk mencairkan air liur sedangkan lumen yang lain untuk mengisap.
Bila atresia esofagus disertai fistula trakeoesofageal, bayi diletakkan dengan kepala lebih tinggi  30° untuk mencegah refluks/aspirasi asam lambung. Hendaknya mulai diterapi dengan antibiotika dan konsul ke bagian bedah. Untuk fistula yang diameternya besar, memerlukan gastrostomi yang emergensi untuk mencegah distensi gaster akut yang mengancam hidup karena terjadinya respiratory embarrassment. Untuk beyi aterm yang sehat, tanpa ada anomaly lainnya, dengan pneumonitis ringan, penutupan fistula dilakukan pada bayi yang berumur 24 – 72 jam, dan bila mungkin sekaligus dilakukan penyambungan esofagus. Pada keadaan ini, gastrostomi bisa tidak dilakukan, tetapi jika bayi dengan pneumonia berat, atau berhubungan dengan masalah medis yang meningkatkan resiko bedah, maka hanya dilakukan gastrostomi dekompresi.
Perawatan setelah operasi perlu dilakukan secara intensif. Perlu dilakukan pengisapan secret di saluran napas atas secra teratur untuk mencegah aspirasi. Nutrisi perlu diberikan secara parenteral; tetapi setelah 3 – 5 hari, nutrisi bisa diberikan lewat sonde gastrostomi. Makanan per-oral biasanya sudah bisa diberikan 7 – 10 hari setelah operasi.
Pada atresia esofagus tanpa fistula, jika jarak antara kedua ujung esofagus > 4 cm, biasanya perlu dilakukan pergantian esofagus, yang diawali dengan gastrostomi untuk tempat pemberian makanan dan esofagostomi servikal untuk diversi secret. Setelah usia 1 tahun kedua segmen esofagus bisa bisa dihubungkan dengan sonde gaster atau segmen usus halus. 

UROLITIASIS

 
UROLITIASIS
A.    Pengertian
Urolitiasis adalah terbentuknya batu (kalkulus) dimana saja pada sistem penyalur urine, tetapi batu umumnya terbentuk diginjal. (robbins 2007)
Urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem urinarius. Batu ini dibentuk oleh kristalisasi larutan urine (kalsium oksalat, asam urat, kalsiumfosfat, struvit, dan sistin). (sanda M netinna 2002)
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (brunner and suddatrh, 2002: 1460).

B.    Etiologi
1.    Faktor intrinsik antara lain :
a.    Umur, penyakit batu saluran kemih paling sering didapatakan pada usia 30-50 tahun
b.    Hereditair (keturunan). Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya. Dilaporkan bahwa pada orang yang secara genetika berbakat terkena penyakit batu saluran kemih, konsumsi vitamin C yang mana vitamin C tersebut banyak mengandung kalsium oksalat yang tinggi akan memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, begitu pula dengan konsumsi vitamin D dosis tinggi, karena vitamin D menyebabkan absorbsi kalsium dalam usus meningkat.
c.    Jenis kelamin jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding dengan pasien perempuan
2.    Faktor ekstrinsik antara lain :
a.    Asupan air kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
b.    Diet obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat meningakatkan asam urat dalam tubuh. Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
c.    Iklim dan temperatur individu yang menetap didaerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat.
d.    Pekerjaan. Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya hanya duduk atau kurang aktivitas .
e.    Istirahat (bedrest) yang terlalu lama, misalnya karena sakit juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit batu saluran kemih.
f.     Geografi pada beberapa daerah menunjukkan akan kejadian batu saluran kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah ston belt (sabuk batu). (Ragil 2009)

C.   Patofisiologi
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, obstruksi mungkin hanya parsial atau lengkap. Obstruksi yang lengkap bisa menjadi hidronefrosis yang disertai tanda-tanda dan gejala-gejalanya.
Proses patofisiologi dari batu perkemihan atau urolitiasis sifatnya mekanis Urolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah, jaringan yang tidak vital,tumor atau urat. Komposisi mineral dari batu ginjal bervariasi. Kira-kira ¾ bagian dari batu adalah kalsium, fosfat, asam urin,dan custine. Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan rendah dan juga peningkatan bahan- bahan organic akibat infeksi saluran kemih atau urin statis, mensajikan sarang untuk pembentukan batu. Ditambah ada infeksi meningkatakan kebasaan urin (oleh produksi ammonium), yang berakibat prepitasi kalsium fosfat dan magnesium ammonium fosfat.
Proses terbentuknya batu terdiri dari beberapa teori (Prof.dr.Arjatmo Tjokronegoro, phd.dkk,1999) antara lain :
a.   Teori intrimatriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b.   Teori supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c.   Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d.   Teori berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptip fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran kencing. ·    

A.    Manifestasi klinis
1.         Rasa nyeri (kolik renal)
2.         Hematuri
3.         Berkemihnya sering tapi sedikit-sedikit sekali
4.          Pada saat berkemih keluar batu
5.          Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
6.         Kulit hangat dan kemerahan; pucat
7.          Distensi abdominal; penurunan atau tak ada bising usus
8.         Muntah
9.         Nyeri tekan pada area ginjal saat dipalpasi
10.       Demam, menggigil
11.      Kandung kemih penuh

B.   Komplikasi
a. Obstruksi Ginjal
b. Perdarahan
c. Infeksi
d. Hidronefrosis

C.   Data penunjang
a.    Urinalisis
Untuk menentukan terdapatnya silinder, kristal dan sel-sel darah, kultur untuk mengetahui infeksi saluran kemih dan jumlah urinnya dikumpulkan selama 24 jam untuk mengukur kadar kalsium oksalat, phosporus, dan asam urin.
b.    Pemeriksaan urin Nitroprusside
Dilakukan untuk mencek terdapatnya cystine
c.    BUN dan serum kreatinin
Untuk menentukan fungsi renal.
d.    IVP
Untuk memperlihatkan dilatasi ureter diatas batu yang menyumbat
e.    USG
Untuk mengetahui Hidronefrosis
f.     X-ray
Untuk mendeteksi batu kalsium.
g.    Studi Radiografi
Untuk membilas batu yang kecil sekali

D.   Penatalaksanaan
a.    Tujuan dasar penatalaksanaan adalh untuk menghilangkan batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi.
1. Pengurangan nyeri: tujuan segera dari penananan kolik renal tau ureteraladalah untuk mengurangi sampai penyebabnya dapat dihilangkan, morfin atau meperiden diberikan untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa.
2.  Pengangkatan batu: pemeriksaan sistoskopik dan paase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan batuyang menyebabkan obsrtuksi (jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan-belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.
3.  Lithotripsy gelombang kejut ekstrakorporeal (ESWL): adalah prosedur noninvansif yang digunakan untuk menghancurkan batu dikalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
4. Pengangkatan bedah: pengangkatn bedah batu ginjal mode terapi utama.
         (brunner and suddatrh, 2002: 1462).

b.    Penatalaksanaan secara farmakologi
            Analgesia untuk meredakan nyeri dan memberi kesempatan batu untuk keluar sendiri. Opioid (injecsi morfin sulfat, petidin hidroklorida)au obat AINS (mis ketorolac dan naproxen) dapat diberikan, bergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotic dilakukan apabila terdapat infeksi sal kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder.
            Setelah dikeluarkan, batu ginjal dapat dianalisis dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu berikutnya. Preparat diuretic tiazida akan mengurangi kandungan kalsium dalam urine dengan menurunkan ekskresi kalsium dalam tubulus ginjal. Produksi asam urat dapat dikurangi dengan pemberian alopurinal. Urine yang asam harus dibuat basa dengan preparat sitrat.
            (Chang, Esther, 2009 hal: 239).




A.    Pengkajian
a. Identitas Pasien
     Mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Riwayat Kesehatan
1.    Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul, nyeri muncul dari pinggang sebelah kiri dan menjalar ke depan sampai ke penis. Penyebab nyeri tidak di ketahui.
2.    Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan klien sering mengkonsumsi makanan yang kaya vit D, klien suka mengkonsumsi garam meja berlebihan, dan mengkonsumsi berbagai macam makanan atau minuman dibuat dari susu/ produk susu.
3.    Riwayat Penyakit Keluarga
Dikaji apakah keluarga klien mengalami batu ginjal atau penyakit lainnya.
c.    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang ditemukan pada klien ini adalah sebagai berikut :
Tanda-tanda vital
TD             : 150/90                                   RR       : 22 x/menit
 Nadi          : 90x/menit                              Suhu    : 39 celcius
1. Rambut : hitam, pendek, lurus, bersih
2. Kulit kepala : kotor
3. Mata :
Kesimetrisan : simetris ki dan ka
Konjungtiva : anemis
Sclera : tdk ikterik
4. Mulut dan gigi
Rongga mulut : bersih
Lidah : bersih
5. Dada dan thorak
I : simetris kiri dan kanan
P: tidak adanya pembengkakan dan nyeri tekan
P: terdengar sonor
A: reguler
6. Abdomen
I : adanya pembesaran pada abdomen bawah bagian belakang
P : akan teraba massa bila keadaan sudah lanjut
P : n: tympani
A: bising usus (+) n: 5-35x/i
7. Genetalia
Observasi adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia. Inspeksi skrotum untuk mengetahui ukuran, warna dan bentuk kesimetrisan
8. Rectum dan anus
I: adanya hemoroid, lesi, kemerahan
P: merasakan adanya massa
9. Kulit/ intagumen
I: amati adanya perubhan dan pengurangan pigmentasi, pucat, kemerahan,sianosis, lesi kulit, ikterik.
d.    Kebutuhan sehari-hari
1.      Makan & minum:
Makan : Sehat : 3x sehari, komposisi nasi + lauk, sayur.
Sakit : 3x sehari, hanya menghabiskan setengh porsi.
Minum: sehat : 6-8 gelas sehari, air putih
Sakit : 10-12 gelas sehari, air putih
2.      Eliminasi:
BAK: sehat : 5-7x sehari
Sakit : BAK melalui kateter
BAB: Sehat : 1x sehari,konsistensi lembek
Sakit : 4x sehari konsistensi encer
3.      Personal hygiene:
Mandi: sehat : 2x sehari pake sabun
Sakit : 1x sehari dibantu di ats tempat tidur
4.      Istirahat & Tidur
Tidur siang: sehat : 2-3 jam sehari, tidak ada gangguan
Sakit : 6-7 jam, gelisah
Tidur malam: sehat : 6-8 jam, tidak ada gangguan
Sakit : 7-8 jam, gelisah
e.    Data Psikologis
Pada klien dengan urolitiasis biasanya akan cemas dengan kondisinya, apalagieliminasi urine tidak teratur dan nyeri, akan menimbulkan kecemasan yang meningkat.
f.      Data Social Ekonomi
Meliputi hubungan sosial klien dengan orang lain dan status ekonominya, urolitiasis dapat menyerang siapa saja baik dari golongan ekonomi rendah maupun tinggi
g.    Data Spiritual
Menyangkut kemampuan klien untuk dapat melakukan ibadah dengan baik untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan meliputi adanya keyakinan spiritual yang berhubungan dengan penyakitnya.

B.    Diagnosa keperawatan
1.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritasi batu ginjal
2.    Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine
3.    Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d output berlebih/input kurang
4.    Hipertermi berhubungan dengan infeksi
5.  Kelebihan cairan berhubungan dengan retensi urine ditandai dengan oedema
Tujuan: Input dan output yang seimbang

C.     Intervensi
a.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema
Tujuan : nyeri klien berkurang dan hilang
KH : skala nyeri : 5, klien tidak tampak menahan nyeri

1.   Catat lokasi, lamanya intensitas ( skala 0-10 ) dan penyebaran
R/ : Membantu mengevaluasi temapt obstruksi dan kemajuan gerkan kalkulus
2.   Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staff terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri
R/ : Memberikan kesempatan untuk pemberian anlgesi sesuai waktu dan kemungkinan lewatnya batu/ terjadi komplikasi
3.   Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung, lingkungan istirahat.
R/ : Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan menongkatkan koping
4.   Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus dan aktivitas terapetik
R/ : Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot
5.   Dorong atau Bantu ambulasi sesuai indikasi dengan tingkatkan pemasuakn cairan sedikitnya 3-4 liter/hari dalam toleransi jantunng
R/ : Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah statis urin dan mencegah pembentukan batu selanjutnya
6.   Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
R/ : Menurunkan rasa nyeri/ kolik
7.   Berikan kompres hangat pada punggung
R/ : Menghilangkan tegangan otoo dan dapat refleks spasme
8.   Pertahankan patensi cateter bila digunakan
R/ : Mencegah stasis/ retensi urin, menurunkan resiko infeksi

b.    Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan retensi rine
Tujuan : Berkemih dengan jumlah yang normal dan biasa.
KH : warna urine kuning jernih tidak terdapat darah atau batu
1.    Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine.
R/ : Membrikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
2.     Dorong meningkatkan pemasukan cairan
R/ : Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan dapat membantu lewatnya batu
3.    Periksa semua urine. Catat adanya batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa
R/ : Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
4.    Selidiki keluhan kandung kemih penuh; palpasi untuk distensi suprapubik.
R/ : Retensi urin dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal
5.    Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.
R/ : Akumulasi sisa uremik dapt menjadi toksik pada SSP
6.     Awasi pemeriksaan lab, contoh BUN, elektrolit, kreatinin.
R/ : Peninggian BUN, kreatinin dan elektroloit mengindikasikan dsifungsi ginjal.
7.    Ambil urine kultur dan sensitifitas.
R/ : Menentukan adanya ISK yang penyebab atau gejala komplikasi
8.    Berikan obat sesuai indikasi
R/ : Untuk menurunkan pembentukan batu asam
9.    Pertahankan patensi kateter tek menetap bila menggunakan
R/ : Diperlukan untuk membantu aliran urine/ mencegah retensi dan komplikasi
10.  Irigasi dengan asam atau larutan alkalin sesuai indikasi
R/ : Mengubah Ph urin dapat membantu pelarutan batu danmencegah pembentukan batu selanjutnya.
11. Kolaborasi tindakan pembedahan
R/ : Pembedahan diperlukan untuk membuang batu yang terlalu besar

c.    Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d output berlebih/input kurang
Tujuan : klien tidak mengalami kekurangan nutrisi
KH : mukosa bibir lembab, BB normal
Intervensi :
a.    Observasi TTV
R/ : Mengetahui kondisi pasien
b.    Timbang BB setiap hari.
R/ : BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat.
c.    Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
R/ : Memudahkan pasien dalam makan.
d.    Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering.
R/ : Mengurangi rasa mual pasien.
e.    Catat jumlah atau porsi makanan yang dihabiskan pasien setiap hari.
R/ : Mengetahui jumlah nutrisi yang masuk.
f.     Anjurkan pasien menghindari makanan yang berbau merangsang.
R/ : Menghindari perasaan mual dan muntah.
g.    Berikan terapi obat antiemetik.
R/ : Mengurangi rasa mual dan muntah.


d.    Hipertermi berhubungan dengan infeksi
Tujuan : suhu tubuh klien kembali normal 36 – 37
KH : tubuh teraba hangat.
1.  ukur suhu tubuh klien
R/ : Untuk mengetahui suhu tubuh klien
2.  kompres air hangat pada area lipatan paha/ketiak
R/ : Menurunkan suhu tubuh dengan cara evaporasi
3.  anjurkan klien untuk banyak minum air putih
R/ : Agar tidak terjadi dehidrasi
4.  anjurkan klien untuk tirah baring
R/ : Istirahat mengurangi aktivitas menurunkan metabolisme tubuh
5.  kolaborasi pemberian parcetamol
R/ : Untuk menurunkan suhu tubuh klien.


e.  Kelebihan cairan berhubungan dengan retensi urine ditandai dengan oedema
Tujuan: Input dan output yang seimbang
Kriteria Hasil :Hasil laboratorium normal dan tidak ada edema
1.    Catat input dan output
R/: Menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan risiko kelebihan cairan.
2.    Kaji kulit, wajah, area edema
R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh.
3.    Berikan/batasi cairan sesuai indikasi
R/: Manajemen cairan diukur untuk menggantikan seberapa banyak pengeluaran  cairan
4.   Kolaborasi dalam pemberi diuretik
R/: Diberikan jika oliguria dan untuk meningkatkan volume urine agar adekuat
Go to Top
Copyright © 2015 KRIS BUDADHARMA
Distributed By My Blogger Themes | Template Created By