RESUME KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA NY. S DENGAN CKB
DI IGD RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Disusun
Oleh :
Laras Arisanti
10.050
AKADEMI
KEPERAWATAN KESDAM IV/ DIPONEGORO
SEMARANG
2013
ASKEP CKB
(Cidera Kepala
Berat)
A. Pengertian
Cidera
kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar)
serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu
diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges,
2000:270).
Cedera
kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut
Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Cedera
kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia
alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral
disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Menurut
Doenges (2000), Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan
perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan
Berdasarkan
defenisi Cedera kepala menurut para ahli diatas maka penulis dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa cedera Kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh
trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit,
tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.
B. ETIOLOGI
Etiologi Trauma Kepala
Menurut
Bunner dan Suddart (2000), Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu: Benda tajam, dimana dapat menyebabkan
cedera setempat, benda tumpul dimana dapat menyebabkan cedera keseluruhan.
Kerusakan
terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak. Kerusakan jaringan otak
karena benda tumpul tergantung pada : 1) Lokasi, 2) Kekuatan, 3) Fraktur
infeksi/kompresi, 4) Rotasi, 5) Delarasi dan deselarasi.
C. Klasifikasi
Trauma Kepala
Cedera
kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
Berdasarkan Mekanisme Trauma Tumpul.
Berdasarkan Mekanisme Trauma Tumpul.
1.
Trauma tumpul adalah trauma yang
terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga,
kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
2.
Trauma Tembus
Trauma
yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.
Berdasarkan
Beratnya Cidera The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan
Glasgow Coma Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :
a.
Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok
Risiko Rendah) yaitu,
1)
GCS 15 (sadar penuh, atentif, dan
orientatif),
2)
Tidak kehilangan kesadaran (misalnya
konkusi ),
3)
Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat
terlarang,
4)
Klien dapat mengeluh nyeri kepala dan
pusing,
5)
Klien dapat menderita abrasi, laserasi,
atau hematoma kulit kepala,
6)
Tidak ada kriteria cedera sedang sampai
berat.
b.
Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko
Sedang) yaitu
1)
GCS 9-14 (konfusi, letargi dan Stupor).
2)
Konkusi.
3)
Amnesia paska trauma,
4)
Muntah,
5)
Tanda kemungkinan fraktur kranium
(tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan
serebrospinal).
c.
Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko
Berat) yaitu
1)
GCS 3-8 (koma).
2)
Penurunan derajat kesadaran secara
progresif.
3)
Tanda neurologis fokal.
4)
Cedera kepala penetrasi atau teraba
fraktur depresicranium.
GCS (Glasgow
Coma Scale)
Membuka mata (E)
Spontan
Dipanggil/diperintah
Tekanan pada jari/rangsang nyeri
Tidak berespon
Verbal (V)
Orientasi baik: dapat bercakap-cakap
Bingung, dapat bercakap tapi disorientasi
Kata yang diucapkan tidak tepat, kacau
Tidak dapat dimengerti, mengerang
Tidak bersuara dengan rangsang nyeri
Motorik
Mematuhi perintah
Menunjuk lokasi nyeri
Reaksi fleksi
Fleksi abnormal thdp nyeri (postur dekortikasi)
Ekstensi abnormal
Tidak ada respon, flacid
|
4
3
2
2
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
|
D. Patofisiologi
Cidera
kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang kepala,
jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.
Cidera
bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari
tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma
langsung maupun tidak langsung pada kepala.
Trauma
tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek
terkena pada kepala akibat menarik leher.
Trauma
langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya akselerasi,
deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf.
Trauma
langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa
terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau
tekanan.
Cidera
yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.
Sebagai
akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral
dikurangi atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia
(peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) (Huddak & Gallo, 1990:226).
Pengaruh
umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang
berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan
intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak
(Price and Wilson, 1995:1010).
E. Manifestasi Klinik
Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma
Scale)
1.
Cidera kepala Ringan (CKR)
a.
GCS 13-15
b.
Kehilangan kesadaran/amnesia <30
menit
c.
Tidak ada fraktur tengkorak
d.
Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2.
Cidera
Kepala Sedang (CKS)
a.
GCS 9-12
b.
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia
>30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c.
Dapat mengalami fraktur tengkorak
3.
Cidera Kepala Berat (CKB)
a. GCS
3-8
b. Kehilangan
kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c. Juga
meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak dan
Gallo, 1996:226)
F. Komplikasi
1. Kebocoran cairan cerebrospinal akibat fraktur
2.
kejang-kejang
paska trauma
3.
DM insipidus disebabkan oleh kerusakan
traumatic pada rangkai hipofisis penyakit (anonym, 2011)
G. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin
kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b. Menjaga
saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c. Mempertahankan
sirkulasi stabil
d. Melakukan
observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e. Menjaga
intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f. Menjaga
kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus
g. Mengelola pemberian obat sesuai program
2.
Penatalaksanaan Medis
a. Oksigenasi
dan IVFD
b. Terapi
untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal,
selanjutnya:
1)
5 mg/6 jam untuk hari I dan II
2)
5 mg/8 jam untuk hari III
3)
5 mg/12 jam untuk hari IV
4)
5 mg/24 jam untuk hari V
c. Terapi
neurotropik: citicoline, piroxicam
d. Terapi
anti perdarahan bila perlu
e. Terapi
antibiotik untuk profilaksis
f. Terapi
antipeuretik bila demam
g. Terapi
anti konvulsi bila klien kejang
h. Terapi
diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
i. Intake
cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari
3.
Pemeriksaan
Diagnostik
Junaidi
(2010), menjelaskan bahwa diagnosis yang ditegakkan berdasarkan gejala dan
hasil pemeriksaan fisik
a.
CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol,
hemoragi menentukan ukuran ventrikel pergeseran cairan otak.
b.
MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau
tanpa kontraks.
Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma
Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma
c.
EEG : memperlihatkan keberadaan/
perkembangan gelombang.
d.
Sinar X : mendeteksi adanya perubahan
struktur tulang (faktur pergeseran struktur dan garis tengah (karena perdarahan
edema dan adanya frakmen tulang).
e.
BAER (Brain Eauditory Evoked) :
menentukan fungsi dari kortek dan batang otak.
f.
PET (Pesikon Emission Tomografi) :
menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.
g.
Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga
adanya perdarahan subaractinoid.
Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam peningkatan TIK.
Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam peningkatan TIK.
h.
GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui
adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
i.
Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi
obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
j.
Kadar antikonvulsan darah : dapat
dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi
kejang.
H. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Data
fokus yang perlu dikaji:
a.
Riwayat kesehatan meliputi: keluhan
utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera, riwayat tak sadar, amnesia,
riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
b.
Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum
2)
Pemeriksaan persistem
3)
Sistem persepsi dan sensori
(pemeriksaan panca indera: penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan
perasa)
4)
Sistem persarafan (tingkat kesadaran/
nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat)
5)
Posisi Jatuh
6)
Penunjang sebelum kecelakaaan
7)
Airway
a)
Auskultasi bunyi nafas
b)
Adakah sumbatan jalaan nafas
c)
Frekuensi pernafasan
d)
Bunyi nafas
8)
Breathing
a)
Perubahan system pernafasan
b)
Sesak nafas atau tidak
c)
Pola nafas
d)
Suara nafas
9)
Circulation
a)
Mengalami syok atau tidak
b)
Hitung TTV
c)
Frekuensi nadi
d)
Perubahan Kulit
e)
Ada pendarahan/tidak, seberapa banyak
10) Pemeriksaan
Head to Toe
a)
Pemeriksaan EKG
b)
HR dan Ritme
11) Disabeliti
a)
Kaji tingkat kesadaran
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah sebagai
berikut:
1)
Perfusi jaringan tidak efektif
(spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan atau vena terputus.
2)
Nyeri akut berhubungan dengan agen
injury fisik.
3)
Hipertermi berhubungan dengan trauma
(cidera jaringan otak, kerusakan batang otak)
4)
Pola nafas tak efektif berhubungan
dengan hipoventilasi
5)
Kerusakan persepsi sensori berhubungan
dengan penurunan kemampuan kognitif, afektif, dan motorik)
6)
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan afektif.
7)
Defisit perawatan diri: makan/ mandi,
toileting berhubungan dengan kelemahan fisik dan nyeri.
8)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan afektif.
9)
Resiko aspirasi berhubungan dengan
penurunan tingkat kesadaran.
10) Resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.
11) Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
12) Resiko
tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah.
13) PK:
peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/ darah di
dalam otak.
3.
Rencana
Perawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan dan
kriteria hasil
|
Intervensi
|
1
|
Perfusi jaringan tak efektif
(spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena terputus, dengan batasan
karak-teristik:
-
Perubahan respon motorik
-
Perubahan status mental
-
Perubahan respon pupil
-
Amnesia retrograde (gang-guan memori)
|
NOC:
1.
Status sirkulasi
2.
Perfusi jaringan serebral
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….x 24 jam, klien mampu men-capai :
1.
Status sirkulasi dengan indikator:
Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam rentang yang
diharapkan
Tidak ada ortostatik hipotensi
Tidak ada tanda tan-da PTIK
2.
Perfusi jaringan serebral, dengan indicator :
Klien mampu berko-munikasi dengan je-las dan sesuai
ke-mampuan
Klien menunjukkan perhatian, konsen-trasi, dan orientasi
Klien mampu mem-proses informasi
Klien mampu mem-buat keputusan de-ngan benar
Tingkat kesadaran klien membaik
|
Monitor Tekanan Intra Kranial
1.
Catat perubahan respon klien terhadap stimu-lus /
rangsangan
2.
Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
3.
Monitor intake dan output
4.
Pasang restrain, jika perlu
5.
Monitor suhu dan angka leukosit
6.
Kaji adanya kaku kuduk
7.
Kelola pemberian antibiotik
8.
Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-40O
dengan leher dalam posisi netral
9.
Minimalkan stimulus dari lingkungan
10. Beri
jarak antar tindakan keperawatan untuk meminimalkan peningkatan TIK
11. Kelola
obat obat untuk mempertahankan TIK dalam batas spesifik
Monitoring Neurologis (2620)
1.
Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2.
Monitor tingkat kesadaran klien
3.
Monitor tanda-tanda vital
4.
Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan muntah
5.
Monitor respon klien terhadap pengobatan
6.
Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7.
Observasi kondisi fisik klien
Terapi Oksigen (3320)
1.
Bersihkan jalan nafas dari secret
2.
Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3.
Berikan oksigen sesuai instruksi
4.
Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan humidifier
5.
Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian
oksigen
6.
Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7.
Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8.
Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur
|
2
|
Nyeri akut b.d dengan agen injuri
fisik, dengan batasan karakteristik:
-
Laporan nyeri ke-pala secara verbal atau non verbal
-
Respon autonom (perubahan vital sign, dilatasi pupil)
-
Tingkah laku eks-presif (gelisah, me-nangis, merintih)
-
Fakta dari observasi
-
Gangguan tidur (mata sayu, menye-ringai, dll)
|
NOC:
1.
Nyeri terkontrol
2.
Tingkat Nyeri
3.
Tingkat kenyamanan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama …. x 24 jam, klien dapat :
1.
Mengontrol nyeri, de-ngan indikator:
-
Mengenal faktor-faktor penyebab
-
Mengenal onset nyeri
-
Tindakan pertolong-an non farmakologi
-
Menggunakan anal-getik
-
Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
-
Nyeri terkontrol
2. Menunjukkan
tingkat nyeri, dengan indikator:
-
Melaporkan nyeri
-
Frekuensi nyeri
-
Lamanya episode nyeri
-
Ekspresi nyeri; wa-jah
-
Perubahan respirasi rate
-
Perubahan tekanan darah
-
Kehilangan nafsu makan
3.
Tingkat kenyamanan, dengan indicator :
-
Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi
|
Manajemen nyeri (1400)
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, dan beratnya nyeri.
2. Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.
3. Pastikan klien menerima perawatan analgetik dg tepat.
4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon
penerimaan klien terhadap nyeri.
5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah ungkapan nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri
berlangsung.
10. Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan selain obat untuk
meringankan nyeri.
11. Tingkatkan
istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.
Manajemen pengobatan (2380)
1. Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan cara mengelola sesuai dengan
anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
3. Monitor tanda, gejala dan efek samping obat.
4. Monitor interaksi obat.
5. Ajarkan pada klien / keluarga cara mengatasi efek samping pengobatan.
6. Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat mempengaruhi gaya hidup klien.
Pengelolaan analgetik (2210)
1. Periksa perintah medis tentang obat, dosis & frekuensi obat
analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk pengobatan, jika mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian analgetik yang sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik, observasi tanda dan gejala efek
samping, misal depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering, &
konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis & cara pemberian yg
diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan sebelum
pengobatan.
10. Berikan obat
dengan prinsip 5 benar
11. Dokumentasikan
respon dari analgetik dan efek yang tidak diinginkan
|
3
|
Defisit self care b.d de-ngan
kelelahan, nyeri
|
NOC:
Perawatan diri :
(mandi, Makan
Toiletting, berpakaian)
Setelah diberi motivasi
perawatan selama ….x24 jam, ps
mengerti cara memenuhi ADL secara bertahap sesuai kemam-puan, dengan kriteria
:
Mengerti secara seder-hana cara mandi, makan, toileting, dan berpakaian
serta mau mencoba se-cara aman tanpa cemas
Klien mau berpartisipasi dengan senang
hati tanpa keluhan dalam memenuhi ADL
|
NIC:
Membantu perawatan diri klien Mandi
dan toiletting
Aktifitas:
1.
Tempatkan alat-alat mandi di tempat
yang mudah dikenali dan mudah dijangkau klien
2.
Libatkan klien dan dampingi
3.
Berikan bantuan selama klien masih
mampu mengerjakan sendiri
NIC: ADL Berpakaian
Aktifitas:
1.
Informasikan pada klien dalam memilih pakaian selama
perawatan
2.
Sediakan pakaian di tempat yang mudah dijangkau
3.
Bantu berpakaian yang sesuai
4.
Jaga privcy klien
5.
Berikan pakaian pribadi yg digemari
dan sesuai
NIC: ADL
Makan
1.
Anjurkan duduk dan berdo’a bersama
teman
2.
Dampingi saat makan
3.
Bantu jika klien belum mampu dan beri
contoh
4.
Beri rasa nyaman saat makan
|
4
|
PK: peningkatan tekan-an intrakranial
b.d pro-ses desak ruang akibat penumpukan cairan / darah di dalam otak
(Carpenito, 1999)
Batasan
karakteristik :
-
Penurunan kesadar-an (gelisah, disori-entasi)
-
Perubahan motorik dan persepsi sensasi
-
Perubahan tanda vi-tal (TD meningkat, nadi kuat dan lambat)
-
Pupil melebar, re-flek pupil menurun
-
Muntah
-
Klien mengeluh mual
-
Klien mengeluh pandangan kabur dan diplopia
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam dapat mencegah atau
meminimalkan komplikasi dari peningkatan TIK, dengan kriteria :
Kesadaran stabil (orien-asi baik)
Pupil isokor, diameter 1mm
Reflek baik
Tidak mual
Tidak muntah
|
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
Kaji respon
membuka mata, respon motorik, dan verbal, (GCS)
Kaji perubahan
tanda-tanda vital
Kaji respon
pupil
Catat gejala dan
tanda-tanda: muntah, sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas keras, gerakan
tak bertujuan, perubahan mental
2. Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada kontra indikasi
3. Hindarkan situasi atau manuver sebagai berikut:
Masase karotis
Fleksi dan
rotasi leher berlebihan
Stimulasi anal
dengan jari, menahan nafas, dan mengejan
Perubahan posisi
yang cepat
4. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan posisi
5. Konsul dengan dokter untuk pemberian pe-lunak faeces, jika perlu
6. Pertahankan lingkungan yang tenang
7. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas yang dapat meningkatkan TIK
(misal: batuk, penghisapan, pengubahan posisi, meman-dikan)
8. Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien se-belum dan sesudah penghisapan
10. Konsultasi
dengan dokter tentang pemberian lidokain profilaktik sebelum penghisapan
11. Pertahankan
ventilasi optimal melalui posisi yang sesuai dan penghisapan yang teratur
12. Jika
diindikasikan, lakukan protokol atau kolaborasi dengan dokter untuk terapi
obat yang mungkin termasuk sebagai berikut:
13. Sedasi,
barbiturat (menurunkan laju meta-bolisme serebral)
14. Antikonvulsan
(mencegah kejang)
15. Diuretik osmotik
(menurunkan edema serebral)
16. Diuretik non
osmotik (mengurangi edema serebral)
17. Steroid
(menurunkan permeabilitas kapiler, membatasi edema serebral)
18. Pantau status
hidrasi, evaluasi cairan masuk dan keluar)
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis
Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition. Mosby.
Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing
Interventions Classification (NIC) Second Edition. Mosby.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and
Classification. Philadelphia: North American Nursing Diagnosis Association.
0 komentar: