A. DEFINISI
Encephalitis adalah infeksi jaringan
atas oleh berbagai macam mikroorganisme (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
Encephalitis adalah radang
jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa, jamur,
ricketsia atau virus (Kapita selekta kedokteran jilid 2, 2000)
Encephalitis adalah
infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain
yang non-purulen (Pedoman diagnosis dan
terapi, 1994)
Ensefalitis
adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro organisme (Anonim, 1985)
Ensefalitis
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak. Dalam prakteknya di
klinik, diagnosis sering dibuat berdasarkan manifestasi-manifestasi neurologis
dan temuan-temuan epidemiologis, tanpa bahan histologis.(Nelson, 1992)
B. ETIOLOGI
I.
Infeksi-infeksi Virus
A. Penyebaran hanya dari manusia ke manusia
A. Penyebaran hanya dari manusia ke manusia
1.
Gondongan
Sering, kadang-kadang bersifat ringan.
Sering, kadang-kadang bersifat ringan.
2.
Campak
Dapat memberikan sekuele berat.
Dapat memberikan sekuele berat.
3.
Kelompok virus entero
Sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus.
Sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus.
4.
Rubela
Jarang; sekuele jarang, kecuali pada rubela kongenital
Jarang; sekuele jarang, kecuali pada rubela kongenital
5.
Kelompok Virus Herpes
a. Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada neonatus menimbulkan kematian.
b. Virus varicela-zoster; jarang; sekuele berat sering ditemukan.
c. Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat pada CMV kongenital
d. Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang
a. Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada neonatus menimbulkan kematian.
b. Virus varicela-zoster; jarang; sekuele berat sering ditemukan.
c. Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat pada CMV kongenital
d. Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang
6.
Kelompok virus poks
Vaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat.
Vaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat.
B.
Agen-agen
yang ditularkan oleh antropoda
- Virus arbo : menyebar ke manusia melalui nyamuk
- Caplak : epidemi musiman tergantung pada ekologi vektor serangga.
- Virus arbo : menyebar ke manusia melalui nyamuk
- Caplak : epidemi musiman tergantung pada ekologi vektor serangga.
C.
Penyebaran oleh mamalia berdarah panas.
- Rabies : saliva mamalia jinak dan liar
- Virus herpes Simiae (virus “B”) : saliva kera
- Keriomeningitis limfositik : tinja binatang pengerat
- Rabies : saliva mamalia jinak dan liar
- Virus herpes Simiae (virus “B”) : saliva kera
- Keriomeningitis limfositik : tinja binatang pengerat
II.
Infeksi-infeksi Non virus
A. Riketsia
A. Riketsia
Komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral.
B. Mycoplasma pneumoniae
B. Mycoplasma pneumoniae
Terdapat interval beberapa hari antara gejala
tuberculosis dan bakteri lain; sering mempunyai komponen ensefalitik.
C. Bakteri
C. Bakteri
Tuberculosa dan meningitis bakteri lainnya;
seringkali memiliki komponen-komponen ensefalitis.
D. Spirochaeta
D. Spirochaeta
Sifilis, kongenital atau akuisita; leptospirosis
E. Jamur
E. Jamur
Penderita-penderita dengan gangguan imunologis
mempunyai resiko khusus; kriptokokosis; histoplasmosis;aspergilosis, mukor
mikosis, moniliosis; koksidioidomikosis
F. Protozoa
Plasmaodium Sp; Tyypanosoma Sp; naegleria Sp;
Acanthamoeba; Toxoplasma gondii.
G. Metazoa
Trikinosis; ekinokokosis; sistiserkosis;
skistosomiasis.
III.
Parainfeksiosa-pascainfeksiosa, alergi
Penderita-penderita dimana agen-agen infeksi atau
salah satu komponennya berperan sebagai etiologi penyakit, tetapi agen-agen
infeksinya tidak dapat diisolasi secara utuh in vitro dari susunan syaraf.
Diduga pada kelompok ini, kompleks antigen-antibodi yang diperantarai oleh sel
dan komplemen, terutama berperan penting dalam menimbulkan kerusakan jaringan.
A. Berhubungan dengan penyakit-penyakit spesifik tertentu (Agen ini dapat pula secara langsung menyebabkan kerusakan SSP)
- Campak
- Rubela
- Pertusis
- Gondongan
- Varisela-zoster
- Influenza
- Mycoplas,a pneumoniae
- Infeksi riketsia
- Hepatitis
B. Berhubungan dengan vaksin
- Rabies
- Campak
- Influenza
- Vaksinis
- Pertusis
- Yellow fever
- Typhoid
A. Berhubungan dengan penyakit-penyakit spesifik tertentu (Agen ini dapat pula secara langsung menyebabkan kerusakan SSP)
- Campak
- Rubela
- Pertusis
- Gondongan
- Varisela-zoster
- Influenza
- Mycoplas,a pneumoniae
- Infeksi riketsia
- Hepatitis
B. Berhubungan dengan vaksin
- Rabies
- Campak
- Influenza
- Vaksinis
- Pertusis
- Yellow fever
- Typhoid
IV.
Penyakit-penyakit virus manusia yang lambat.
Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa
berbagai virus yang didapatkan pada awal masa kehidupan, yang tidak harus
disertai dengan penyakit akut, sedikit banyak ikut berperan sebagian pada
penyakit neurologis kronis di kemudian hari :
- Panensefalitis sklerosis sub akut (PESS);
campak; rubela
- Penyakit Jakob-Crevtzfeldt (ensefalitis spongiformis)
- Leukoensefalopati multifokal progresif
- Penyakit Jakob-Crevtzfeldt (ensefalitis spongiformis)
- Leukoensefalopati multifokal progresif
V.
Kelompok kompleks yang tidak diketahui
Contoh : Sindrom Reye, Ensefalitis Von Economo,
dan lain-lain
(Nelson, 1992)
C. MANIFESTASI
KLINIS
1. Demam
2. Sakit kepala dan biasanya pada bayi
disertai jeritan.
3. Pusing.
4. Muntah.
5. Nyeri tenggorokan.
6. Malaise.
7. Nyeri ekstrimitas.
8. Pucat.
9. Halusinasi.
10. Kaku kuduk.
11. Kejang.
12. Gelisah.
13. Iritable.
14. Gangguan kesadaran.
D. PATOFISIOLOGI
Rangkaian
peristiwa yang terjadi berbeda-beda, sesuai dengan agen penyakit dan pejamu.
Pada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem limfatik, baik berasal dari
menelan enterovirus akibat gigitan nyamuk atau serangga lain. Didalam sistem
limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan penyebaran ke dalam aliran darah yang
mengakibatkan infeksi pada beberapa organ. Pada stadium ini (fase
ekstraneural), ditemukan penyakit demam nonpleura, sistemis, tetapi jika
terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang, terjadi
pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi ke susunan
saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit neurologis.
Kemungkinan
besar kerusakan neurologis disebabkan oleh (1) invasi langsung dan destruksi
jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif atau (2) reaksi jaringan
saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron mungkin terjadi akibat
invasi langsung virus, sedangkan respon jaringan pejamu yang hebat mungkin
mengakibatkan demielinisasi, kerusakan pembuluh darah dan perivaskular.
Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan
tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai. Penentuan besarnya kerusakan
susunan syaraf pusat yang ditimbulkan langsung oleh virus dan bagaimana
menggambarkan banyaknya perlukaan yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai
implikasi teraupetik; agen-agen yang membatasi multiplikasi virus diindikasikan
untuk keadaan pertama dan agen-agen yang menekan respons kekebalan selular
pejamu digunakan untuk keadaan lain. (Nelson, 1992)
Pada
ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak melalui peredaran
darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus. Penyebaran melalui
peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian
lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis,
infeksi telinga bagian tengah dan sinus paranasalis.
Mula-mula
terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat di bagian
substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses
peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah
dan agregasi leukosit yang sudah mati.
Di daerah
yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan kongesti jaringan
otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan
infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses.
Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat
membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi
leukosit PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat membesar, kemudian pecah
dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subarakhnoid yang dapat mengakibatkan
meningitis.
Virus-virus
yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui
mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi
seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat
infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV.
Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi
viremia yang menyerang SSP melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain
ialah melalui saraf perifer (gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan
herpes zoster.
Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah bening, poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal (arbovirus) dan jaringan lemak (coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola). Di dalam SSP virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler.
Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron kemudian terjadi intracellular inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak. Terdapat juga peradangan pada pembuluh-pembuluh darah kecil, trombosis dan proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang rusak dimakan oleh makrofag disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitis primer.(Harsono, 1996)
Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah bening, poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal (arbovirus) dan jaringan lemak (coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola). Di dalam SSP virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler.
Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron kemudian terjadi intracellular inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak. Terdapat juga peradangan pada pembuluh-pembuluh darah kecil, trombosis dan proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang rusak dimakan oleh makrofag disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitis primer.(Harsono, 1996)
E.
DATA PENUNJANG
1.
Pemeriksaan cairan serebrospinal.
Warna
dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi sel
limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas normal.
2.
Pemeriksaan EEG.
Memperlihatkan proses inflamasi yang
difuse “bilateral” dengan aktivitas rendah.
3.
Pemeriksaan
virus.
Ditemukan
virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibody yang spesifik terhadap virus
penyebab.
F.
KOMPLIKASI
1.
Akut :
-
Edema otak
-
SIADH
-
Status konvulsi
2.
Kronik
-
Cerebral palsy
-
Epylepsi
G. PENATALAKSANAAN
1.
Pengobatan
penyebab :
Diberikan apabila jenis virus
diketahui Herpes encephalitis : Adenosine arabinose
15
mg/Kg BB/hari selama 5 hari.
2.
Pengobatan suportif.
Sebagian besar
pengobatan encephalitis adalah : pengobatan nonspesifik yang bertujuan
mempertahankan fungsi organ tubuh.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Keluhan utama.
keluhan
utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan
kesadaran, demam dan kejang.
2.
Riwayat
penyakit sekarang.
masa
prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,sakit
kepala,pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat.
Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari
distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala tersebut berupa gelisah,
irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang
kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis,
hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
3.
Riwayat
kehamilan dan kelahiran.
Dalam
riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh
ibu terutama penyakit infeksi.Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir
dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan
terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya
penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak.Riwayat post natal diperlukan
untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir.Contoh : BBLR, apgar score, yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
4.
Riwayat
penyakit yang lalu.
Kontak
atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
peradangan atau infeksi pada jaringan otak
Imunisasi
perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak
perlu diketahui untuk dihindarkan karena
dapat memperburuk keadaan.
5.
Riwayat
kesehatan keluarga.
Merupakan
gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang
dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah
ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya
dengan penyakit yang dialami oleh klien
6.
Riwayat
sosial.
Lingkungan
dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu status mental, perilaku dan
kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien ataukeluarga agar dapat
memprioritaskan maslaah keperawatnnya.
7.
Kebutuhan
dasar (aktfitas sehari-hari).
Pada
penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara
lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah, hipermetabolik
akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada
penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan
diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar
dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika
ada perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.
8.
Pemeriksaan
fisik.
Pada
klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad a pemeriksaan
neurologis.
Ruang
lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :
a)
Keadaan
umum.
Penderita
biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau penurunan
tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan
metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat
prosses peradangan otak.
b)
Gangguan
sistem pernafasan.
Perubahan-perubahan
akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan kompresi pada batang otak
yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai
pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.(F. Sri Susilaningsih,
1994)
c)
Gangguan
system kardiovaskuler.
Adanya
kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut,
hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter
rangsang parasimpatis ke jantung.
d)
Gangguan
system gastrointestinal.
Penderita
akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang
menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan
sekresi asam lambung. Dapat pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga
terjadi hipermetabolisme
e)
Pertumbuhan
dan perkembangan.
Pada
setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh
menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan
“tahun emas” untuk kehidupannya.
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Gangguan perfusi jaringan b.d peningkatan
tekanan intra kranial
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peradangan otak
3.
Defisit
volume cairan b.d hipertermi
4.
Resiko
tinggi ketidakefektifan jalan nafas b.d aspirasi
C.
INTERVENSI
1.
Gangguan
perfusi jaringan b.d peningkatan tekanan intra kranial
Tujuan :
mempertahankan tingkat kesadaran
Kriteria
Hasi :
-
Membaiknya
fungsi sensorik dan motorik
-
TTV
normal
Intervensi
:
-
Pantau
TTV
R/ untuk
mengetahui keadaan umum klien
-
Pertahankan
tirah baring dengan posisi kepala datar
R/
Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang
otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
-
pantau/catat
status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya,
seperti GCS
R/
Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,
penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral
-
Anjurkan
keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan
R/
Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang terdekat/keluarga tampaknya
menimbulkan pengaruh trelaksasi pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat
menurunkan TIK.
-
Berikan
obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason, metilprednison(medrol)
R/ Dapat
menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral,
dapat juga menurunkan risiko terjadinya”fenomena rebound” ketika menggunakan
manitol.
2.
Gangguan
rasa nyaman nyeri b.d peradangan otak
Tujuan :
-
Nyeri
berkurang
Kriteria Hasil :
-
Nyeri
berkurang
-
Abses
otak tidak membesar
-
TTV
normal
-
Tidak
terjadi infeksi
Intervensi :
-
Kaji
TTV
R/ catat TTV pasien
-
Kaji
skala nyeri
R/ untuk
mengetahui tingkat nyeri
-
Anjurkan
teknik relaksasi dan distraksi
R/ agar
pasien lebih rileks
-
Kolabola
dengan tim farmasi dengan pemberian obat analgetik
R/ untuk
mengurangi rasa nyeri
-
Anjurkan
banyak istirahat
R/ untuk
mengurangi rasa nyeri
3.
Defisit
volume cairan b.d hipertermi
Tujuan :
kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria
Hasil :
-
Suhu
normal
-
tidak
ada tanda-tanda dehidrasi
-
turgor kulit normal
-
membrane mukosa lembab
-
mata
tidak cekung
-
frekuensi
nadi dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi
:
-
kaji
intake dan output
R/ untuk
pemenuhan cairan tubuh
-
berika
cairan yg adekuat sesuai program
R/
pemenuhan kebutuhan cairan tubuh tanpa kontraindikasi
-
monitor
TTV
R/
mengetahui keadaan umum anak
4.
Resiko
tinggi ketidakefektifan jalan nafas b.d aspirasi
Tujuan : Pasien mempertahankan kepatenan
jalan nafas
Kriteria
Hasil : Jalan nafas tetap paten
Intervensi :
-
Posisikan
anak untuk dapat mengobtimalkan ventilasi
Rasional
: Untuk mempermudah inspirasi
-
Hindari
hiperekstensi leher yang dapat menyumbat jalan nafas
Rasional
: Agar tidak terjadi penyumbatan jalan nafas
-
Posisikan
anak setengah telungkup atau berbaring miring
Rasional
: Untuk mencegah aspirasi
-
Atur
posisi tubuh dengan leher sedikt ekstensi dan hidung dalam posisi mengendus
Rasional
: Untuk membuka trakea sepenuhnya
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim
1985, Ensefalitis dalam Hasan R., Ilmu Kesehatan Anak, H : 622-624, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
2.
Anonim 2000, Ensefalitis dalam Arif M, Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, H : 60-66, Medik Aesculapius FK UI,
Jakarta.
3.
Anonim 1996, Ensefalitis dalam Harsono, Neurologi
Klinis, Ed. I. H : 172-179, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
0 komentar: