ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT
A. Definisi
Atrial
Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan dengan
atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991).
ASD
adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. (Sudigdo Sastroasmoro,
1994).
Atrial
Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada
septum interatrial yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial semasa
janin. ( id. Wikipedia.org).
Atrial
Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang
memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat
atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui
sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
(http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html )
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa Atrial Septal Defect (
ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang ( defek ) pada sekat atau
septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan yang terjadi karena
kegagalan fusi septum interatial semasa janin.
B. Etiologi
Penyebabnya
belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut
diantaranya :
1.
Faktor Prenatal
a.
Ibu menderita infeksi Rubella
b.
Ibu alkoholisme
c.
Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d.
Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2.
Faktor genetik
a.
Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b.
Ayah atau ibu menderita PJB
c.
Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d.
Lahir dengan kelainan bawaan lain
C.
Manifestasi Klinik
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada
masakecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal
jantung di tahunpertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal
jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan
aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan
kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafasbagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas
hilang timbul (tanpapilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD
besar) dapat berupa sesak napas, kesulitanmenyusu, gagal tumbuh kembang pada
bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar.
Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti
elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD
dapat ditegakkan.
Gejalanya bisa berupa :
1.
Sering
mengalami infeksi saluran pernafasan.
2.
Dispneu
(kesulitan dalam bernafas)
3.
Sesak nafas
ketika melakukan aktivitas
4.
Jantung
berdebar-debar (palpitasi)
5.
Pada kelainan
yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
6.
Tidak
ditemukangejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan Aritmia.
D. Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
1.
Foto toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto
toraks AP menunjukkan atrium kanan yangmenonjol, dan dengan konus pulmonalis
yang menonjol.Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang
bertambah sesuai dengan besarnya pirau.
2.
Elektrokardiografi
Menunjukkan pola RBBB pada 95%, yang menunjukkaN beban
volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation)
padaASDsekundum membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan deviasi
sumbu kiri (left axis deviation). Blok AV I (pemanjangan interval PR) terdapat
pada 10% kasus defek sekundum
3.
Ekokardiografi
Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD
adalah untuk mengevaluasi pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium
antara lain adalah:
a. Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua
atrium
b. Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
c. Menyingkirkan lesi tambahan lainnya
d. Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
e. Katerisasi jantung
Penderita di
operasi tanpa katerisasi jantung, katerisasi hanya dilakukan apabilaterdapat
keraguan akan adanya penyakit penyerta atau hipertensi pulmonal.
E. Patofisiologi
Penyakit
dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak kasus
mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester
pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan
status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten
yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari
pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
F.
Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita
dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis
pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung yang didasarkan pada ukuran shunt
menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang
diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke
kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan.
Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS
sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt merupakan bukti
cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat
menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan. Sesudah
umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan. Indikasi utama
penutupan defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular pulmonal
abstruktif. Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal
jantung kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek
dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan
jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar nol. Dari 430
penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada mortalitas
kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami pengikatan duktus
arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang.
Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah masalah
dengan irama atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi
vaskular pulmonal yang sangat menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang
menderita penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu
mematikan dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan untuk
mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium
2. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan
dengan kateter jantung sekarang digunakan untuk menutup banyak defek sekat
atrium. Defek yang lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk
pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan
bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang,
sistem untuk memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak
tersedia. Keinginan untuk menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung
jelas. Langkah yang paling penting pada penutupan defek sekat atrium
transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi
defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel termasuk
defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava,
dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau
vena pulmonalis kanan dihindari.
3. Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai,
ukuran ditentukan dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang
direntangkan. Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang
dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik
perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian,
lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang
tepat dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam,
besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan.
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek
tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup
akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan
tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah
(pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh
darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu,
semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi
penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah
dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr.
Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa
jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
4. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat
yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko
minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al
melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow
up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di
usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan
semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti
peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru
5. Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat
untuk menutup ASD tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter
secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat
ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan
terbuat dari anyaman kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan
ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang
trombosis sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup
sempurna.
G. Komplikasi
1. gagal jantung
2. penyakit pembuluh darah
paru
3. endokarditis
4. aritmia
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang
mendetail terhadap jantung.
b.
Lakukan pengukuran tanda-tanda vital
c.
Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi
d.
Inspeksi
1)
Status nutrisi : gagal tumbuh atau penambahan berat
badan yang buruk berhubungan dengan penyakit jantung.
2)
Warna : sianosis adalah gambaran umum dari penyakit
jantung kongenital, sedangkan pucat berhubungan dengan anemia yang sering
menyertai penyakit jantgung.
3)
Deformitas dada : pembesaran jantung terkadang
mengubah konfigurasi dada
4)
Pulasi tidak umum : terkadang terjadi pulasi yang
dapat dilihat.
5)
Ekskursi pernapasan : pernapasan mudah atau sulit (
misalnya : takipnea, dispnea, adanya dengkur ekspirasi ).
6)
Jari tabuh : berhubungan dengan beberapa tipe penyakit
jantung kongenital
7)
Perilaku : memilih posisi lutut dada atau berjongkok
merupakan ciri khas dari beberapa jenis penyakit jantung.
e.
Palpasi dan perkusi
1)
Dada : membantu melihat perbedaan antara ukuran
jantung dan karakteristik lain ( seperti thrill vibrilasi yang dirasakan
pemeriksa saat melakukan palpasi )
2)
Abdomen : hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin
terlihat.
3)
Nadi perifer : frekuensi, keteraturan dan amplitudo (
kekuatan ) dapat menunjukan ketidaksesuaian.
f.
Auskultasi
1)
Jantung : mendeteksi adanya murmur jantung.
2)
Frekuensi dan irama jantung : menunjukan deviasi bunyi
dan intensitas jantung yang membantu melolkalisasi defek jantung.
3)
Paru-paru : menunjukan ronchi kering kasar, mengi.
4)
Tekanan darah : penyimpangan terjadi di beberapa
kondisi jantung ( mis ; ketidaksesuaian antara ektremitas atas dan bawah ).
5)
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian :
misalnya : ekg, radiografi, ekokardiografi, fluroskopi, ultrasonografi,
angiografi, analisis darah ( jhumlah darah, haemoglobin, volume sel darah, gas
darah ), kateterisasi jantung.
2.
Dignosa keperawatan Dan Fokus Rencana asuhan
keperawatan
a.
Diagnosa
keperawatan : Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek
struktur.
Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria hasil :
ü Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer
berada pada batas normal sesuai usia.
ü Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb,
bergantung pada usia )
Intervensi
1) Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan
kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas.
2)
Beri obat penurun
afterload sesuai program
3)
Beri diuretik
sesuai program
b.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress
tambahan.
Kriteria hasil :
ü Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai
dengan kemampuan.
ü Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.
Intervensi
1)
Berikan periode
istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
2)
Anjurkan permainan
dan aktivitas yang tenang.
3)
Bantu anak
memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
4)
Hindari suhu
lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan
kebutuhan oksigen.
5)
Implementasikan
tindakan untuk menurunkan ansietas.
6)
Berespons
dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.
c. Diagnosa keperawatan : Perubahan pertumbuhan dan
perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada
jaringan, isolasi sosial.
Tujuan : Pasien mengikuti kurva
pertumbuhan berat badan dan tinggi badan. Anak mempunyai kesempatan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria hasil :
ü Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
ü Anak melakukan aktivitas sesuai usia
ü Anak tidak mengalami isolasi sosial
Intervensi Keperawatan/rasional
1) Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai
pertumbuhan yang adekuat.
2) Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik
pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
3) Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia,
bila dianjurkan.
4) Dorong aktivitas yang sesuai usia.
5) Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap
sosialisasi seperti anak yang lain.
R : Izinkan
anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan
beristirahat bila lelah.
d. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi infeksi
berhubungan dengan status fisik yang lemah.
Tujuan : Klien tidak menunjukkan
bukti-bukti infeksi
Kriteria hasil : Anak bebas dari
infeksi.
Intervensi
1) Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
2) Beri istirahat yang adekuat
3) Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh
alami.
e. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi cedera
(komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
Tujuan : Klien/keluarga mengenali
tanda-tanda komplikasi secara dini.
Kriteria hasil :
ü Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan
melakukan tindakan yang tepat.
ü Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes
diagnostik dan pembedahan.
Intervensi
1) Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi
:
Gagal jantung kongestif :
Gagal jantung kongestif :
a) Takikardi, khususnya selama istirahat dan aktivitas
ringan.
b) Takipnea
c) Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.
d) Keletihan
e) Penambahan berat badan yang tiba-tiba.
f) Distress pernapasan
g) Toksisitas digoksin
h) Muntah (tanda paling dini)
i)
Mual
j)
Anoreksia
k) Bradikardi. Disritmia
l)
Peningkatan
upaya pernapasan : retraksi, mengorok, batuk, sianosis.
m) Hipoksemia : sianosis, gelisah.
n) Kolaps kardiovaskular : pucat, sianosis, hipotonia.
2) Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama
serangan hipersianotik
a) Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan kepala
dan dada ditinggikan.
b) Tetap tenang.
c) Beri oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.
d) Hubungi praktisi
3) Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan
oleh praktisi dan ahli bedah pada keluarga.
4) Siapkan anak dan orang tua untuk prosedur.
5) Bantu membuat keputusan keluarga berkaitan dengan
pembedahan.
R : Gali
perasaan mengenai pilihan pembedahan.
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai
anak dengan penyakit jantung (ASD)
Tujuan : Klien/keluarga mengalami penurunan
rasa takut dan ansietas, Klien menunjukkan perilaku koping yang positif
Kriteria hasil : Keluarga mendiskusikan
rasa takut dan ansietasnya Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang
positif
Intervensi
1) Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat)
tentang ketakutan mereka dan masalah defek jantung dan gejala fisiknya pada
anak karena hal ini sering menyebabkan ansietas/rasa takut.
2) Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan
anak selama hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih baik di rumah.
3) Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam
perawatan anak untuk mencegah kelelahan pada diri mereka sendiri.
4) Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan
metode disiplin yang tepat untuk anak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM (1996), Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Buku Ajar KEPERAWATAN KARDIOVASKULER (2001), Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Buku Saku Keperawatan Pediatrik (2002), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
Buku Ajar KEPERAWATAN KARDIOVASKULER (2001), Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Buku Saku Keperawatan Pediatrik (2002), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
tes
BalasHapus