ASKEP
TONSILITIS
A. DEFINISI
Tonsil merupakan kumpulan besar
jaringan limfoid di belakang faring yang memiliki keaktifan munologik (Ganong,
1998). Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh
dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung dan tenggorokan,
oleh karena itu, tidak jarang tonsil mengalami peradangan.
Tonsilitis
adalah infeksi atau peradangan pada tonsil. Tonsilitis akut merupakan inveksi
tonsil yang sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik merupakan tonsillitis
yang terjadi berulang kali (Sjamsuhidayat & Jong, 1997).
B.
ETIOLOGI
Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcuc, viridans dan Streptococcuc pyrogen sebagai penyebab terbanyak,
selain itu dapat juga disesbabkan oleh Corybacterium diphteriae, namun dapat
juga disebabkan oleh virus (Mansyjoer, 2001).
C.
TANDA DAN
GEJALA
Penderita biasanya demam, nyeri tengkorak, mungkin sakit berat dan merasa
sangat nyeri terutama saat menelan dan membuka mulut disertai dengan trismus
(kesulitan membuka mulut). Bila laring terkena, suara akan menjadi serak. Pada
pemeriksaan tampak faring hiperemis, tonsil membengkak, hiperemis : terdapat
detritus (tonsillitis folibularis), kadang detritus berdekatan menjadi sati
(tonsillitis laturasis) atau berupa membrane semu. Tampak arkus palatinus
anterior terdorong ke luar dan uvula terdesak melewati garis tengah. Kelenjar
sub mandibula membengkak dan nyeri tekan, terutama pada anak-anak.
Pembesaran adenoid dapat
menyebabkan pernafasan mulut, telinga mengeluarkan cairan, kepala sering panas,
bronchitis, nafas baud an pernafasan bising.
D. PEMERIKSAAN / EVALUASI DIAGNOSTIK
Dilakukan
pemeriksaan fisik menyeluruh, dan pengumpulan riwayat kesehatan yang cermat
untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan. Usap tonsilar
dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri. Jika tonsil adenoid ikut
terinfeksi maka dapat menyebabkan otitis media supuratif yang mengakibatkan
kehilangan pendengaran, pasien harus diberikan pemeriksaan audiometik secara
menyeluruh sensitivitas/ resistensi dapat dapat dilakukan jika diperlukan.
E. TONSILEKTOMI
Pembesaran tonsil jarang merupakan
indikasi untuk pengakalan kebanyakan anak-anak mempunyai tonsil yang besar,
yang ukuranya akan menurun sejalan dengan perlambatan usia.
Tonsilektomi dilakukan hanya jika pasien mempunyai masalah-masalah
berikut :
1.
Menderita tonsillitis berulang
2.
Hipertrifi tonsil dan adenoid yang dapat menyebabkan
obstruksi.
3.
Serangan otitis media purulens berulang.
4.
Diduga kehilangan pendengaran akibat otitis media
serosa yang terjadidalam kalbunya dengan pembasaran konal dan adenoid.
5.
Kecurigaan keganasan tonsil pada orang dewasa muda dan
dewasa.
6.
Indikasi khusus anak adalah tonsillitis rekurens yang
kambuh lebih dari 3 kali, hyperplasia setelah infeksi mononukleus dan riwayat
demam rheumatik dengan gangguan jantung yang berhubungan dengan tonsillitis
kronik yang sukar diatasi dengan antibiotic.
7.
Tonsilektomi pada orang dewasa dapat dikerjakan dalam
narkose atau dengan anestesi local, pada anak biasanya dilakukan dalam narkose.
F.
PENATALAKSANAAN
Pada penderita tonsillitis, terlebih
dahulu harus diperhatikan pernafasan dan status nutrisinya. Jika perbesaran
tonsil menutupi jalan nafas, maka perlu dilakukan tonsilektomi, demikian juga
jika pembesaran tonsil menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan
penurunan nafsu makan / anoreksia. Pada penderita tonsillitis yang tidak
memerlukan tindakan operatif (tonsilektomi), perlu dilakukan oral hygiene untuk
menghindari perluasan infeksi, sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan
antibiotic, obat kumur dan vitamin C dan B.
Pemantauan pada penderita pasca tonsilektomi secara kontinu diperlukan
karena resiko komplikasi hemorraghi. Posisi yang paling memberikan kenyamanan
adalah kepala dipalingkan kesamping untuk memungkinkan drainage dari mulut dan
faring untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas oral tidak dilepaskan sampai pasien
menunjukkan reflek menelanya telah pulih.
Jika pasien memuntahkan
banyak darah dengan warna yang berubah atau berwarna merah terang pada interval
yang sering, atau bila frekuensi nadi dan pernafasan meningkat dan pasien
gelisah, segera beritahu dokter bedah. Perawat harus mempunyai alat yang
disiapkan untuk memeriksa temapt operasi terhadap perdarahan, sumber cahaya,
cermin, kasa, nemostat lengkung dan basin pembuang. Jika perlu dilakukan tugas,
maka pasien dibawa ke ruang operasi, dilakukan anastesi umur untukmenjahit
pembuluh yang berdarah. Jika tidak terjadi perdarahan berlanjut beri pasien air
dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk menghindari banyak bicara dan
bentuk karena hal ini akan menyebabkan nyeri tengkorak.
Setelah dilakukan
tonsilektomi, membilas mulut dengan alkalin dan larutan normal salin hangat
sangat berguna dalam mengatasi lender yang kental yang mungkin ada. Diet cairan
atau semi cair diberikan selama beberapa hari serbet dan gelatin adalah makanan
yang dapat diberikan. Makanan pedas, panas, dingin, asam atau mentah harus
dihindari. Susu dan produk lunak (es krim). mungkin dibatasi karena makanan ini cenderung
meningkatkan jumlah mucus yang terbentuk.
G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
·
Kelemahan
·
kelelahan (fatigue)
b. Sirkulasi
Tanda :
·
Takikardia
·
Hiperfentilasi (respons
terhadap aktivitas)
c. Integritas Ego
Gejala :
·
Stress
·
Perasaan tidak berdaya
Tanda :
Tanda- tanda ansietas, mual
: gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih
Tanda : Warna urine mungkin pekat
e. Maknan / cairan
Gejala :
·
Anoreksia
·
Masalah menelan
·
Penurunan menelan
Tanda :
·
Membran mukosa
kering
·
Turgor kulit jelek
f. Nyeri /
kenyamanan
Gejala :
·
Nyeri pada daerah
tenggorokan saat digunakan untuk menelan.
·
Nyeri tekan pada daerah sub
mandibula.
·
Faktor pencetus : menelan ;
makanan dan minuman yang dimasukkan melalui oral, obat-obatan.
Tanda : Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang
sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.2
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI
a. Bersihan
jalan nafas tidak efektif berdasarkan dengan jalan nafas karena adanya benda
asing; produksi secret berlebih.
Batasan Karakteristik :
ü Dupnea
ü Orthopnea
ü Kesulitan
bicara
ü Perrubahan
ritme dan frekuensi pernafasan
ü Gelisah
ü Suara nafas
tambahan
ü Sianosis
ü Penurunan
suara nafas
ü Batuk tidak
efektif
ü Produksi
secret / spulum
Tujuan :
ü Dupria,
Orthopnea, kranosis tidak ada
ü Ritme dan
frekuensi pernafasan alam batas normal
ü Gelisah
dapat dikeluarkan
ü Tidak ada
suara nafas tambahan.
Intervensi
1) Kajian /
pantau frekuensi pernafasan
R : Takipnea dapat ditemukan pada penerimaan atau selama adanya proses infeksi
akut.
2) Auskutasi bunyi nafas, cabit adanya bunyi nafas
R : Adanya
obstruksi jln nafas dapat / tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
3) Catat adanya dispnea, gelisah, ansiebis distress pernafasan, penggunaan
otot Bantu
R : Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan dirumah sakit.
4) Kajian pasien untuk posisi yang nyaman, mis : Peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R : Peninggian tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan
gravitasi
5) Lakukan oral
hygiene dengan teratur.
R : Oral hygiene dapat mencegah proses infeksi berlanjut dan dapat mengontrol
pengeluaran secret.
6) Bila perlu
lakukan suctioning
R : Suchoring membantu pengeluaran secret pada pasien yang tidak mampu
mengeluarkan secret secara mandiri melalui bentuk efektif.
7) Oksigenasi
R : Pemberian oksigen dapat membantu klien mencukupi kebutuhan oksigen yang
mungkin tidak tercukupi dengan baik akibat obstruksi jalan nafas.
b. Nyeri
berhubungan dengan pembengkakan jaringan ; insisi bedah
Batasan karakteristik
ü Komunikasi
tentang nyeri yang didiskripsikan
ü Mengatupkan
rahang atau pergelangan tangan
ü Ketidaknyamanan
paa area bedah / nyeri karena menelan
ü Perilaku
Distraksik, gelisah
ü Perilaku
berhati-hati
Tujuan :
ü Melaporkan /
menunjukkan nyeri hilang/ terkotrol
ü Melaporkan
bias beristurahat
Intervensi
1) berikan tindakan nyaman (pijatan punggung,perubhan posisi) dan aktifitas
hiburan
R : Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan perhatian pd sesuatu
disamping diri sendiri/ketidaknyamanan
2) Dorong pasien untuk mengeluarkan saliva atau penghisap mulut dengan
hati-hati bila tdk mampu menelan
R : Menelan menyebabkan aktifitas otot ygdpt menimbulkan nyeri karena adanya
edema/regangan jahitan
3) Selidiki perubahan karakteristik nyeri,periksa mulut jahitan atau trauma
baru
R : Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yg memerlukan evaluasi
lanjut/intervensi jaringan yg terinflamasi dan kongesti,dpt dgn mudah mengalami
trauma dgn penghisapan kateter,selang makanan
4) Catat indikator non verbal dan respon automatik terhadap nyeri,evaluasi
efek analgesik
R : Alat
menentukan adanya nyeri,kebutuhan terhadap keefektifan obat
5) Jadwalkan aktifitas perawatan untuk keseimbangan dengan periode tidur /
istirahat adekuat
R : mencegah
kelekahan / terlalu lelah dan dapat meningkatkan koping terhadap stress /
ketidaknyamanan.
6) Anjurkan penggunaan perilaku manajemen stress contoh : teknik relaksasi,
bimbingan imajinasi.
R : Meningkatkan
rasa sehat, tidak menurunkan kebutuhan analgesic dan meningkatkan penyembuhan
7) Berikan irigasi oral, anestesi sprei dan kumur-kumur. Anjurkan pasien
melakukan irigasi sendiri
R : Memperbaiki
kenyamanan, meningkatkan penyembuhan dan menurunkan bau mulut. Bahan pencuci
mulut berisi alcohol / fenol harus dihindari karena mempunyai efek
mengeringkan.
8) Berikan analgetik
R : Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi pembedahan sesuai
dengan kondisi tubuh
c. Dx kep : Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan resiko perdarahan akibat
tindakan operatif
Tujuan :
ü Mendemonstrasikan
keseimbangan cairan yang adekuat
ü TTV stabil,
palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik
ü Turgor kulit
normal, membrane mukosa lembab
ü Pengeluaran
urine individu yang sesuai
Intervensi
1) Catat
pemasukan dan pengeluaran catatan inroperasi
R : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran
cairan / kebutuhan penggantian dan pilihan yang mempengaruhi intervensI.
2) Munculnya
mual / muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan
R : Semakin lama durasi anestesi, semakin besar rasio mual yang mempunyai
kecenderungan mabuk perjalanan mempunyai resiko mual/ muntah yang lebih tinggi
pada masa pascaoperasi.
3) Pantau suhu
kulit, palpasi denyut perifer
R : Kulit yang dingin / lembab, denyut yang
lemah mengindikasikan untuk penggantian cairan tambahan
4) Berikan
cairan parenteral, sesuai petunjuk
R : Gantikan kehilangan cairan yang telah
didokumentasikan. Catat waktu penggantian nol rupulasi yang potensial bagi
penurunan komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku Saku Diagnosa Keperawatan . Jakarta :
EGC
Doengoes, Marilynn E (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC
-. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Prima Medika
Mansjoer, et
all. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat
; R & Jong, W.D. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta
; EGC
Smeltzer,
Suzanne & Bare, B E. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner
& Suddarth, ed. 8. Jakarta ; EGC
http://krisbudadharma.blogspot.com/2013/02/askep-tonsilitis.html
http://krisbudadharma.blogspot.com/2013/02/askep-tonsilitis.html
0 komentar: