ASKEP ABSES
A. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan
kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas
jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau
karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).
Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi
kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004).
Abses
adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh
enzim autolitik. (Morison, 2003)
Abses
(misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang kemudian pecah; rongga
abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis, meninggalkan jaringan
parut yang kecil. (Underwood, 2000)
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah suatu infeksi kulit yang
disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda asing (misalnya luka
peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari
jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan
oleh enzim autolitik.
B.
Jenis – jenis
Abses
1.
Abses Ginjal
Abses ginjal
yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan pembentukan sejumlah
bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang disebabkan oleh infeksi
yang menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah.
2.
Abses Perimandibular
Bila abses
menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka akan timbul
bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan sukar menembus otot untuk keluar,
sehingga untuk mengeluarkan nanah tersebut harus dibantu dengan operasi
pembukaan abses.
3.
Abses Rahang gigi
Radang
kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada ujung akar gigi atau
geraham. Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-periostal)
atau di bawah selaput lendir mulut (submucosal)
atau ke bawah kulit (sub-cutaneus).
Nanah bisa keluar dari saluran pada permukaan gusi atau kulit mulut (fistel).
Perawatannya bisa dilakukan dengan mencabut gigi yang menjadi sumber
penyakitnya atau perawatan akar dari gigi tersebut.
4.
Abses Sumsum Rahang
Bila nanah
menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum tulang akan terkena radang
(osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang tersebut dapat mati dan kontradiksi
dengan tubuh. Dalam hal ini nanah akan keluar dari beberapa tempat (multiple
fitsel).
5.
Abses dingin (cold abcess)
Pada abses
ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan abses menahun yang
terbentuk secara perlahan-lahan. Biasanya terjadi pada penderita tuberkulosis
tulang, persendian atau kelenjar limfa akibat perkijuan yang luas.
a. Abses hati
Abses ini akibat komplikasi
disentri amuba (Latin: Entamoeba histolytica), yang sesungguhnya bukan abses,
karena rongga ini tidak berisi nanah, melainkan jaringan nekrotik yang
disebabkan oleh amuba. Jenis abses ini dapat dikenali dengan ditemukannya amuba
pada dinding abses dengan pemeriksaan histopatologis dari jaringan.
b. Abses (Lat. abscessus)
Rongga abnormal yang berada di
bagian tubuh, ketidaknormalan di bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan
nanah di tempat rongga itu akibat proses radang yang kemudian membentuk nanah.
Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel yang telah cedera, tetapi masih
hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan
jaringan yang nekrotik dan mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman
patogen misalnya: bisul.
C.
Etiologi
Menurut Siregar
(2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:
1.
Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril
2.
Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3.
Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu
abses akan meningkat jika :
1.
Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2.
Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3.
Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering
penyebab abses adalah Staphylococus
Aureus
D. Patofisiologi
Jika bakteri masuk ke dalam
jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu infeksi. Sebagian sel mati dan
hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih
akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi
rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di
sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses
dan menjadi dinding pembatas. Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam
tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001)
E. Manifestasi Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh
bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering
ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.
Menurut Smeltzer & Bare
(2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap
fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
1.
Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk
tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antar
lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah
pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di
dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar.
Abses dalam mungkin lebih menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
F.
Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses
adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan
kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian
tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis
secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu
abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila abses
tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat
menekan trakea. (Siregar, 2004)
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Morison (2003), Abses
luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun
demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah dan
debridement.
Suatu abses harus diamati
dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, terutama apabila disebabkan
oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak
disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil
absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan
menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah berkembang dari
peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain dibuat
dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko
tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda
atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Memberikan
kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk
membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan.
Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang
didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif.
Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain:
clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu
diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan antibiotik tanpa
drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut
terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain itu
antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.
H. Asuhan
Keperawatan
1.
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001,
hal.17).
Menurut Smeltzer & Bare (2001), Pada pengkajian keperawatan, khususnya
sistem integumen, kulit bisa memberikan sejumlah informasi mengenai status kesehatan
seseorang dan merupakan subjek untuk menderita lesi atau terlepas. Pada
pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki, kulit merupakan hal yang
menjelaskan pada seluruh pemeriksaan bila bagian tubuh yang spesisifik
diperiksa. Pemeriksaan spesifik mencakup warna, turgor, suhu, kelembaban, dan
lesi atau parut. Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Riwayat Kesehatan
Hal – hal yang perlu dikaji di antaranya adalah :
1) Abses di kulit atau dibawah
kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan.
2) Riwayat trauma, seperti
tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena peluru.
3) Riwayat infeksi ( suhu tinggi
) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat
tetapi tidak bisa dikeluarkan.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
1) Luka terbuka atau tertutup
2) Organ / jaringan terinfeksi
3) Massa eksudat
4) Peradangan
5) Abses superficial dengan
ukuran bervariasi
6) Rasa sakit dan bila dipalpasi
akan terasa fluktuaktif.
c. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic
1) Hasil pemeriksaan leukosit
menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih.
2) Untuk menentukan ukuran dan
lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.
2.
Diagnosa Keperawatan Dan Fokus
Intervensi
a.
Gangguan rasa nyaman : nyeri
berhubungan dengan agen injury biologik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri berkurang, klien dapat rileks, klien mapu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan aktivitas sesuai dengan
kemampuannya, TTV dalam batas normal; TD : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x / menit,
pernapasan : 20 x / menit.
Intervensi :
1) Observasi TTV
2) Kaji lokasi, intensitas, dan
lokasi nyeri.
3) Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
4) Dorong menggunakan teknik
manajemen relaksasi.
5) Berikan obat analgetik sesuai
indikasi.
b.
Hipertermi berhubungan dengan
proses penyakit
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Hipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C – 37 0C).
Intervensi :
1) Observasi TTV, terutama suhu
tubuh klien
2) Anjurkan klien untuk banyak
minum, minimal 8 gelas / hari
3) Lakukan kompres hangat
4) Kolaborasi dalam pemberian
antipiretik.
c.
Resiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit / jaringan berhubungan dengan trauma jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil :
Klien memeperlihatkan integritas kulit tetap baik, tidak ada tanda – tanda infeksi, kulit elastis.
Intervensi :
1) Observasi keadaan luka ( diameter
luka, adanya pus dan darah )
2) Lakukan perawatan luka, ganti
perban luka klien
3) Pertahankan linen tetap bersih
dan tidak mengkerut
4) Anjurkan klien untuk mengganti
bajunya minimal 1 x sehari
5) Kolaborasi dalam penggunaan obat
topikal sesuai indikasi
0 komentar: