ASKEP DERMATITIS SEBOROIK
A. Definisi
Dermatitis seboroik adalah
peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada
kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial, didasari oleh faktor
konstitusi.
Dermatitis seborik (DS) atau
seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik dan, dan merupakan
inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak
merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, serta
telinga.
B.
Etiologi
Etiologi dermatitis seboroik
masih belum jelas, meskipun demikian berbagai macam faktor seperti faktor
hormonal, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor neurogenik diduga
berhubungan dengan kondisi ini. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya
adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik. Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat
mengenai bayi, menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah
pubertas. Pada bayi dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa
bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Faktor lain yang berperan
adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan proliferasi spesies
Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal. Ragi genus ini dominan
dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea
(misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia
tidak menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yang
berkaitan dengan depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi
komplemen. Dermatitis seboroik juga dicurigai berhubungan dengan kekurangan
nutrisi tetapi belum ada yang menyatakan alasan kenapa hal ini bias terjadi.
Pada penderita gangguan sistem
syaraf pusat (Parkinson, cranial nerve palsies, major truncal paralyses) juga
cenderung berkembang dermatitis seboroik luas dan sukar disembuhkan. Menurut
Johnson (2000) terjadinya dermatitis seboroik pada penderita tersebut sebagai
akibat peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang pergerakan.
Peningkatan sebum dapat menjadi tempat berkembangnya P. ovale sehingga
menginduksi dermatitis seboroik. Faktor genetik dan lingkungan dapat merupakan
predisposisi pada populasi tertentu, seperti penyakit komorbid, untuk
berkembangnya dermatitis seboroik. Meskipun dermatitis seboroik hanya terdapat
pada 3% populasi, tetapi insidensi pada penderita AIDS dapat mencapai 85%.
Mekanisme pasti infeksi virus AIDS memacu onset dermatitis seboroik (ataupun penyakit
inflamasi kronik pada kulit lainnya) belum diketahui1.Berbagai macam pengobatan
dapat menginduksi dermatitis seborok. Obat-obat tersebut adalah auranofin,
aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine, cimetidin, ethionamide,
griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa,
phenothiazines, psoralens, stanozolol, thiothixene, and trioxsalen4.
C.
Klasifikasi dan manifestasi klinis
1.
Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah
respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan
eksternal yang mengenai kulit.
Dermatitis kontaki terbagi 2
yaitu :
a. Dermatitis kontak iritan
(mekanisme non imunologik)
b. Dermatitis kontak alergik
(mekanisme imunologik spesifik)
Perbedaan Dermatitis kontak
iritan dan kontak alergik
No.
|
Dermatitis kontak iritan
|
Dermatitis kontak alergik
|
|
1.
|
Penyebab
|
Iritan primer
|
Alergen kontak S.sensitizer
|
2.
|
Permulaan
|
Pada kontak pertama
|
Pada kontak ulang
|
3.
|
Penderita
|
Semua orang
|
Hanya orang yang alergik
|
4.
|
Lesi
|
Batas lebih jelas
Eritema sangat jelas
|
Batas tidak begitu jelas
Eritema kurang jelas
|
5.
|
Uji Tempel
|
Sesudah ditempel 24 jam, bila iritan di angkat reaksi akan segera
|
Bila sesudah 24 jam bahan allergen di angkat, reaksi menetap atau meluas
berhenti.
|
2.
Dermatitis atopic
Dermatitis atopik adalah keadaan
peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan umumnya sering terjadi
selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE
dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit
berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
tempatnya dilipatan atau fleksural..
3.
Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yang
bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya
berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
4.
Dermatitis seboroik
Merupakan golongan kelainan
kulit yang didasari oleh factor konstitusi, hormon, kebiasaan buruk dan bila
dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di
sekitar leher, alis mata dan di belakang telinga.
Dermatitis seboroik umumnya
berpengaruh pada daerah kulit yang mengandung kelenjar sebasea dalam frekuensi
tinggi dan aktif. Distribusinya simetris dan biasanya melibatkan daerah
berambut pada kepala meliputi kulit kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun
lokasi lainnya bisa terdapat pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris
external dan daerah belakang telinga. Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik
dapat mengenai daerah presternal dan lipatan-lipatan kulit seperti aksila,
pusar, inguinal, infra mamae, dan anogenital1.
Menurut usia dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Pada remaja dan dewasa
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama berminyak
ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan nasolabial atau
pada belakang telinga. Skuama muncul pada kulit yang berminyak di daerah dengan
peningkatan kelenjar sebasea (misalnya aurikula, jenggot, alis mata, tubuh
(lipatan dan daerah infra mamae), kadang-kadang bagian sentral wajah dapat
terlibat. Dua tipe dermatitis seboroik dapat ditemukan di dada yaitu tipe
petaloid (lebih umum ) dan tipe pityriasiform (jarang).
Bentuknya awalnya kecil, papul-papul follikular dan perifollikular coklat
kemerah-merahan dengan skuama berminyak. Papul tersebut menjadi patch yang
menyerupai bentuk daun bunga atau seperti medali (medallion seborrheic
dermatitis). Tipe pityriasiform umumnya berbentuk makula dan patch yang
menyerupai pityriasis rosea. Patch-patch tersebut jarang menjadi erupsi3. Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai scalp
scaling (ketombe) atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada saat stres
atau kekurangan tidur.
b. Pada bayi
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada
verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada
bayi sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat
dermatitis akut (dengan dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat
bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada
minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran. Dermatitis dapat menjadi
general. Lipatan-lipatan dapat sering terlibat disertai dengan eksudat seperti
keju yang bermanifestasi sebagai diaper dermatitis yang dapat menjadi general.
Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi, dan
biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan defisiensi
sistem imun yang menderita dermatitis seboroik general sering disertai dengan
diare dan failure to thrive (Leiner’s disese). Sehingga apabila bayi
menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya3.
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga:
a. Seboroik kepala
b. Seboroik muka
c. Seboroik badan dan sela-sela
D. Patofisiologi
Seborik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum yang berlebihan pada
daerah-daerah dimana kelenjar tersebut berada dalam jumlah besar (wajah, kulit
kepala, alis mata, kelopak mata, kedua sisi hidung serta bibir atas, daerah
malar (pipi), telinga, aksila, dibawah payudara, lipat paha dan lipatan gluteus
didaerah pantat). Dengan adanya kondisii anatomis dimana secara
predileksididaerah tersebut banyak dipasok kelenjar sebasea atau yang terletak
diantara lipatan kulit tempat bakteri dalam jumlah yang besar sehingga
memungkinkan adanya respon inflamasi yang lebih tinggi.
E. Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan penunjang :
a. Percobaan asetikolin (
suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).
b. Percobaan histamin hostat
disuntikkan pada lesi
2. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung
jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin
b. Urin : pemerikasaan
histopatologi
F.
Penatalaksanaan medis
Terapi dermatitis seboroik dapat meliputi:
1.
Umum
Secara umum, terapi bertujuan
untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan
jamur dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder dan
mengurangi eritema dan gatal dengan steroid topikal.
2.
Khusus
a. Sistemik
1) Antihistamin H1 sebagai
penenang dan anti gatal.
2) Vitamin B kompleks.
3) Kortikosteroid oral
4) Antibiotik seperti penisilin.
5) Preparat azol
6) Isotretinoin selama beberapa
tahun yang ternyata efektif untuk mengontrol penyakitnya.
7) Narrow band UVB (TL-01)
b. Topikal
Pengobatan topikal dapat
mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff kronik pada stadium awal. Terapi
yang dapat digunakan, contohnya fluocinolone, topikal steroid solution.
c. Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi
semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah minyak esensial yang
berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif bila digunakan setip hari
dalam bentuk sampo 5 %.
G. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Identitas Pasien.
b. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal,
rambut rontok.
c. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien
merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja
yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
2) Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
2.
Diagnosa keperawatan Dan Intervensi keperawatan
a.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan : Kulit klien dapat kembali
normal.
Kriteria hasil : Klien akan mempertahankan
kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan
mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan
kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan
area kulit yang telah rusak
Intervensi:
1) Mandi paling tidak sekali
sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah
diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap
dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi
untuk mencegah penguapan air dari kulit.
2) Gunakan air hangat jangan
panas.
Rasional : air panas menyebabkan
vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
3) Gunakan sabun yang mengandung
pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab
lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering
dapat meningkatkan keluhan.
4) Oleskan/berikan salep atau
krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan
melembabkan kulit.
b.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan : Klien bisa beristirahat tanpa adanya
pruritus.
Kriteria Hasil :
§ Mencapai tidur yang nyenyak.
§ .Melaporkan gatal mereda.
§ Mempertahankan kondisi lingkungan
yang tepat.
§ Menghindari konsumsi kafein.
§ Mengenali tindakan untuk
meningkatkan tidur.
§ Mengenali pola
istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
1) Nasihati klien untuk menjaga
kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang
nyaman meningkatkan relaksasi.
2) Menjaga agar kulit selalu
lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal
biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
3) Menghindari minuman yang mengandung
kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
4) Melaksanakan gerak badan
secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore
hari.
5) Mengerjakan hal ritual
menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.
c.
Kurang pengetahuan tentang
penyakit b.d minimnya pengetahuan terhadap penyakit
Tujuan : Terapi dapat dipahami dan
dijalankan
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
§ Memiliki pemahaman terhadap
perawatan kulit.
§ Mengikuti terapi dan dapat
menjelaskan alasan terapi.
§ Melaksanakan mandi,
pembersihan dan balutan basah sesuai program.
§ Menggunakan obat topikal
dengan tepat.
§ Memahami pentingnya nutrisi
untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1) Kaji apakah klien memahami dan
mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2) Jaga agar klien mendapatkan
informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat,
kebanyakan klien merasakan manfaat.
3) Peragakan penerapan terapi
seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan
terapi.
4) Nasihati klien agar selalu
menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh
kembali
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan
Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 9. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn C, dkk. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaa dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC
Eaton, Marilyn, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatn
Pediatrik, Volume 2. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur
C. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit (Human Physiology and
Mechanisms Disease, Edisi Revisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
http://akperppni.ac.id/download-askep
( di unduh pada tanggal 19 Januari 2011 )
http://ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_eritroderma.html
(di unduh pada tanggal 19 Januari 2011 )
http://www.ziddu.com/download/11080427/ASUHANKEPERAWATANPADAKLIENDENGANDERMATITIS.doc
( di unduh pada tanggal 19 Januari 2011 )
Lang, Florian dan Silbernagl, Stefan. 2007. Teks
& Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.
0 komentar: