ASKEP DEMAM THYFOID
A. Pengertian
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7
hari, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Arief, Mansjoer, 2000).
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. (Nursalam, M. Nurs
dkk, 2005)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat
akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial
yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal
ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
B.
Etiologi
Etiologi
thypoid abdominalis adalah salmonella typhi yang berhasil diisolasi pertama
kali dari seorang pasien thypoid abdominalis oleh Gaffkey di Jerman pada tahun
1884, mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negatif yang motil dan bersifat
aerob. Kuman Salmonella thypii masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan
minuman yang tercemar. (Soegeng Soegijanto, 2002)
C.
Insiden
Thypoid abdominalis merupakan penyakit infeksi yang
dijumpai secara luas didaerah tropis dan subtropis terutama didaerah dengan
kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang
rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran thypoid abdominalis
di negara sedang berkembang adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air
minum dan standar hygiene industri pengelolahan makanan yang masih rendah. Menurut
PANG, selain karena meningkatnya urbanisasi, thypoid abdominalis masih terus
menjadi masalah karena faktor lain yaitu penyediaan air bersih yang tidak
memadai. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Di Indonesia, thypoid abdominalis terdapat dalam
keadaan endemik, pasien anak yang ditemukan berumur diatas satu tahun.
(Ngastiyah, 2005).
Selama ini penyakit thypoid abdominalis masih
merupakan masalah kesehatan diberbagai negara tropis, terutama Indonesia,
kejadian tifus didunia sekitar 16 juta kasus setiap tahunnya. Di Indonesia
kejadian thypoid abdominalis mencapai 760-810 kasus per 100 ribu penduduk per
tahun. (Anonim, 2007).
D. Patofisiologi
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap
diusus halus melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai
diorgan-organ lain, terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan
berkembang biak dalam hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan
membesar (hipertropi) disertai nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk
kembali kedalam darah (bakteremia) dan menyebar keseluruh tubuh terutama
kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk
lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat menimbulkan
perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin,
sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah,
2005).
E. Manifestasi
Klinik
1. Masa tunas
10 – 20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
2. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang.
3. Demam. Pada
kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu
tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
4. Gangguan
pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan.
5. Gangguan
kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis
sampai somnolen, jarang terjadi stupor atau koma (kecuali penyakitnya berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan).
6. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam.
F.
Komplikasi
Komplikasi demam thypoid dibagi dalam :
1. Komplikasi
Intestinal
a. Pendarahan
usus
b. Perforasi
usus
c. Ileus
paralitik
2. Komplikasi
ektra-intestinal
a. Komplikasi
kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan sepsis)
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi
darah
Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi
paru
Pneumonia, emfiema, dan pleuritis
d. Komplikasi
hepair dan kandung empedu
Hepatitis dan kolesistitis
e. Komplikasi
ginjal
Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan
arthritis
f. Komplikasi
neuropsikiatrik
Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis
perifer, sindrom, katatoni
G. Test
Diagnostik
1. Pemeriksaan
darah
a. Pemeriksaan darah untuk kultur (biakan empedu)
Salmonella
typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, lebih
sering ditemukan dalam urine dan feces dalam waktu yang lama.
2. Pemeriksaan
widal
Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat
menentukan diagnosis thypoid abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu
dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya. (diperlukan darah
vena sebanyak 5 cc untuk kultur dan widal)
3. Pemeriksaan
sumsum tulang belakang
Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa
hiperaktif Reticulum Endotel System (RES) dengan adanya sel makrofag.
H. Penatalaksanaan
Medik
1. Perawatan
Pasien
thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan, observasi dan
diberikan pengobatan yakni :
a. Isolasi
pasien.
b. Desinfeksi
pakaian.
c. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.
d. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali
(istirahat total), kemudian boleh duduk jika tidak panas lagi, boleh berdiri
kemudian berjalan diruangan.
2. Diet
Makanan
harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak
boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas, susu
2 gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui
sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan
anak baik dapat juga diberikan makanan biasa.
3. Obat
Obat anti mikroba yang sering digunakan
a. Cloramphenicol
Cloramphenicol masih merupakan obat utama untuk pengobatan thypoid. Dosis untuk anak : 50 – 100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari
bebas panas/minimal 14 hari.
b. Kotrimaksasol
Dosis untuk
anak : 8 – 20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas panas/minimal 10
hari.
c. Bila terjadi
ikterus dan hepatomegali : selain Cloramphenicol juga diterapi dengan
ampicillin 100 mg/kg BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.
I.
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan
data
1) Identitas
klien
Meliputi
nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2) Keluhan
utama
Keluhan
utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut,
pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat
penyakit sekarang
Peningkatan
suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat
penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat
penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola
fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi
dan metabolisme
Klien akan
mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan
sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b) Pola
eliminasi
Eliminasi
alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus,
sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola
aktivitas dan latihan
Aktivitas
klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur
dan istirahat
Pola tidur
dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e) Pola
persepsi dan konsep diri
Biasanya
terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
f) Pola sensori
dan kognitif
Pada
penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak
mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
g) Pola
hubungan dan peran
Hubungan
dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien
harus bed rest total.
h) Pola penanggulangan
stress
Biasanya
orang tua akan nampak cemas
7) Pemeriksaan
fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah,
suhu tubuh meningkat 38 – 410
C, muka kemerahan.
b) Tingkat
kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem
respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran
seperti bronchitis.
d) Sistem
kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e) Sistem
integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f) Sistem
gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
g) Sistem
muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h) Sistem
abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak
serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung
serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
2.
Diagnose keperawatan Dan Intervensi Keperawatan
a. Pola napas
tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan, dispnea.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama
3X24 jam pola napas efektif
Kriteria hasil :
ü Pola napas
efektif
ü Tidak
terdapat pernapasan cuping hidung
ü Tidak ada
keluhan sesak
ü Frekuensi
pernapasan dalam batas normal
ü 24-32
x/menit
Intervensi keperawatan
1) Kaji
frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R : Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan
dengan peningkatan kebutuhan oksigen
2) Selidiki
perubahan kesadaran
R :
Perubahan mental dapat menunjukkan
hipoksemia dan gagal pernapasan
3) Pertahankan
kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
R :
Memudahkan pernapasan dengan
menurunkan tekanan pada diafragma
4) Dorong
penggunaan teknik napas dalam
R :
Membantu memaksimalkan ekspansi paru
5) Berikan
tambahan okseigen sesuai indikasi
R : Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia.
Bila pernapasan/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.
b. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi, proses peradangan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan
selama 3 X 24 jam, suhu tubuh normal
Kriteria hasil :
ü Tidak ada
tanda-tanda peningkatan suhu tubuh,
ü TTV dalam
batas normal
ü TD : 80-120/60-80 mmhg
ü
N : 80-100x/i
ü
S : 36,5-370 C
ü
P : 24-32x/i
Intervensi Keperawatan
1) Observasi tanda-tanda vital
R/: Tanda-tanda vital berubah
sesuai tingkat perkembangan penyakit dan menjadi indikator untuk
melakukan intervensi selanjutnya
2) Beri kompres pada daerah dahi
R/: Pemberian kompres dapat
menyebabkan peralihan panas secara konduksi dan membantu tubuh untuk
menyesuaikan terhadap panas
3) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak
4) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses
penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan
proses infeksi dari bakteri
c. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam nyeri hilang/berkurang
Kriteria
hasil :
ü Tidak ada keluhan nyeri
ü Wajah tampak tampak rileks
ü Skala nyeri 0-1
ü TTV dalam batas normal
TD : 80-120/60-80 mmhg
N :
80-100x/i
S :
36,5-370C
P :
24-32x/i
Intervensi keperawatan
1) Kaji tingkat
nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi
selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.
2) Berikan
posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks
sehingga merelaksasikan otot-otot.
3) Ajarkan
tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot
sehingga mengurangi nyeri
4) Ajarkan
kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi,
aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5) Kolaborasi
obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi
rasa nyeri
d. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3X24 jam, pola tidur efektif
Kriteria
hasil :
ü Melaporkan
tidur nyenyak
Klien tidur 8-10 jam semalam
Klien tampak segar
Intervensi Keperawatan
1) Kaji pola
tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui
gangguan yang dialami, memudahkan intervensi selanjutnya
2) Berikan
bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan
istirahat tidur
3) Berikan
lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu
istirahat tidur
4) Anjurkan
untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat
tidur yang nyaman
e. Resiko
defisit volume cairan berhubungan dengan hipertermi, intake inadekuat
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam, tidak terjadi defisit volume cairan
Kriteria
hasil : Tidak terjadi tanda-tanda
dehidrasi Keseimbangan intake dan output dengan urine normal dalam konsentrasi
jumlah
Intervensi Keperawatan
1) Kaji tanda
dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan
respon terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan
2) Observasi
adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika
terjadi syok
3) Berikan
cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan
cairan
4) Anjurkan
kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan
untuk menambah volume cairan tubuh
5) Kolaborasi
pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien
untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang
f. Resiko
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, nausea,
intake inadekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 X 24 jam kekurangan nutrisi tidak terjadi
Kriteria hasil :
ü Nafsu makan
meningkat
Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.
Porsi makan dihabiskan
Intervensi keperawatan
1) Kaji
kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan
sebagai indikator intervensi selanjutnya
2) Berikan
makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan
rasa mual dan muntah
3) Beri nutrisi
dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
4) Anjurkan
kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan
nutrisi yang dibutuhkan klien
5) Anjurkan
kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung
gas/asam, pedas
R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu
mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi
6) Berikan
antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung
yang dapat memicu mual/muntah
g. Gangguan
pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 X 24 jam, pola eliminasi kembali normal
Kriteria hasil :
ü Klien
melaporkan BAB lancar
ü Konsistensi
lunak
Intervensi Keperawatan
1) Kaji pola
eliminasi klien
R/: Sebagai data dasar gangguan yang dialami,
memudahkan intervensi selanjutnya
2) Auskultasi
bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis
akibat inflamasi, penumpukan fekalit
3) Selidiki
keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
4) Observasi
gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi
ketepatan intervensi
5) Anjurkan
makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BAB
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
6) Berikan
pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan
perlahan
h. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 X 24 jam, persepsi sensori dipertahankan
Kriteria hasil : Tidak
terjadi gangguan kesadaran
Intervensi Keperawatan
1) Kaji status
neurologis
R/: Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah
elektrofisiologis otak
2) Istirahatkan
hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan
kondisi pasien
3) Hindari
aktivitas yang berlebihan
R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk
kondisi dan meningkatkan resiko cedera
4) Kaji fungsi
ginjal/elektrolit
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan
memerlukan perbaikan sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai
i.
Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah
baring
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 X 24 jam, tidak terjadi kelemahan
Kriteria hasil : Klien mampu melakukan
aktivitas sehari-sehari secara mandiri
Intervensi Keperawatan
1) Kaji tingkat
intoleransi klien
R/: Menetapkan intervensi yang tepat
2) Anjurkan
keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari
R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan
3) Bantu
mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam
R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan
kenyamanan
4) Tingkatkan
kemandirian klien yang dapat ditoleransi
R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong
kemandirian sejak dini
g. Gangguan
personal hygiene berhubungan dengan kelemahan; tirah baring
Tujuan : gangguan personal hygiene teratasi
Kriteria hasil : klien tampak rapid an tampak
segar
Intervensi keperwatan :
1) Kaji
kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
R/: Membantu dalam mengantisipasi / merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual
2) Lakukan
washlap keseluruh tubuh klien dengan air hangat
R/: Memberikan kenyamanan dan menjaga kebersihan kulit
klien
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk tetap
menjaga kebersihan gigi dan mulut klien
R/: Kebersihan mulut dapat meningkatkan kenyamanan dan
selera makan dan kesehatan pencernaan.
4) Anjurkan
orang tua klien untuk mengganti pakaian klien setiap hari
R/: Memberikan kenyamanan kepada klien
5) Jelaskan
kepada klien dan keluarga tentang pentingnya menjaga kebersihan diri
R/: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif
klien dan keluarga dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
h. Kecemasan
orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi
anaknya
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 X 24 am, kecemasan teratasi
Kriteria hasil :
ü ekspresi
tenang
ü Orang tua
klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
Intervensi Keperawatan
1) Kaji tingkat
kecemasan yang dialami orang tua klien
R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh
orang tua klien yang menjadi indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Beri penjelasan pada orang tua klien tentang
penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang
penyakit anaknya
3) Beri
kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega
dan merasa diperhatikan sehingga beban yang dirasakan berkurang
4) Libatkan
orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya
dapat mengurangi kecemasan
5) Berikan dorongan
spiritual
R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/
pengobatan masih ada yang lebih kuasa yang dapat menyembuhkan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2007), Defenisi Typhoid
Abdominalis, (online) (http://www.laboratorium klinik prodia.com, diakses
07 Agustus 2011
Anonim, (2007),
Epidemiologi Typhoid Abdominalis, (online)
(http://www.pontianak post.com, diakses 07 Agustus 2011
Hidayat AA,
(2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 2), Jakarta,
Salemba Medika.
Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak, (Edisi 1), Jakarta, Salemba Medika.
Ngastiyah,
(2005), Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, Jakarta, EGC.
Nursalam dkk, (2005), Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak, Jakarta, Salemba Medika.
Pearce C, (2004), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis,
Jakarta, PT. Gramedia.
Saifuddin,
(2006), Anatomi Fisilogi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3,
Jakarta : EGC.
0 komentar: