ASKEP ANGIOFIBROMA
A.
PENGERTIAN
Angiofibroma nasofaring belia adalah
sebuah tumor jinak nasofaring yang cenderung menimbulkan perdarahan yang sulit
dihentikan dan terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja.
Angiofibroma nasofaring belia merupakan neoplasma vaskuler
yang terjadi hanya ada laki-laki, biasanya selama masa prepubertas dan remaja
Umumnya terdapat pada rentang usia 7 s/d 21 tahun dengan
insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun dan jarang pada usia diatas 25 tahun.
Tumor ini merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak dan
0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher
B.
ETIOLOGI
Etiologi tumor ini masih belum jelas,
berbagai jenis teori banyak diajukan. Diantaranya teori jaringan asal dan
faktor ketidak-seimbangan hormonal.
Secara histopatologi tumor ini termasuk
jinak tetapi secara klinis ganas karena bersifat ekspansif dan mempunyai
kemampuan mendestruksi tulang. Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh
aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri maksilaris interna.
Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau
bagian dalam dari fossa pterigoid. Setelah mengisi nasofaring, tumor ini meluas
ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi dan orbita serta dapat meluas ke
intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak .
C.
TANDA
DAN GEJALA
Gejala klinik terdiri dari hidung
tersumbat (80-90%); merupakan gejala yang paling sering, diikuti epistaksis
(45-60%); kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%); khususnya bila
sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%) dan gejala lain
seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta deformitas
pipi. Tumor ini sangat sulit untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati
karena sentuhan jari pada permukaan tumor dapat menimbulkan perdarahan yang
ekstensif.
D.
PENEGAKAN
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau
MRI. Dijumpai tanda Holman-Miller pada pemeriksaan x-foto polos berupa
lengkungan ke depan dari dinding posterior sinus maksila4. Biopsi tidak
dianjurkan mengingat resiko perdarahan yang masif dan karena teknik pemeriksaan
radiologi yang modern sekarang ini dapat menegakkan diagnosis dengan tingkat
ketepatan yang tinggi.
Tumor ini dapat didiagnosis banding dengan polip koana, adenoid
hipertrofi, dan lain-lain
E.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan
pembedahan; dimana 6-24% rekuren, stereotactic radioterapi; digunakan jika ada
perluasan ke intrakranial atau pada kasus-kasus yang rekuren.
Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan yang
sering didahului oleh embolisasi intra-arterial 24-48 jam preoperatif yang
berguna untuk mengurangi perdarahan selama operasi2,4,5. Material yang digunakan
untuk embolisasi ini terdiri dari mikropartikel reabsorpsi seperti Gelfoam,
Polyvinyl alcohol atau mikropartikel nonabsorpsi seperti Ivalon dan Terbal.
Penggunaan embolisasi ini tergantung pada ahli bedah masing-masing.
F.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul dapat berupa
perdarahan yang berlebihan dan transformasi maligna.
G.
STADIUM
ANGIOFIBROMA
Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat
sistem staging. Ada 2 sistem yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan
Fisch.
Klasifikasi menurut Sessions sebagai erikut :
v
Stage IA : Tumor terbatas pada nares posterior
dan/atau nasofaring
v Stage
IB : Tumor melibatkan nares
posterior dan/atau nasofaring dengan perluasan ke satu sinus paranasal.
v Stage
IIA : Perluasan lateral minimal ke
dalam fossa pterygomaksila.
v Stage
IIB : Mengisi seluruh fossa
pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke tulang orbita.
v Stage
IIIA : Mengerosi dasar tengkorak;
perluasan intrakranial yang minimal.
v Stage
IIIB : Perluasan ke intrakranial
dengan atau tanpa perluasan ke dalam sinus kavernosus.
Klasifikasi menurut Fisch :
v
Stage I : Tumor terbatas pada kavum nasi,
nasofaring tanpa destruksi tulang.
v
Stage II :Tumor menginvasi fossa pterygomaksila,
sinus paranasal dengan destruksi tulang.
v
Stage III :Tumor menginvasi fossa infra temporal,
orbita dan/atau daerah parasellar sampai sinus kavernosus.
v
Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus,
chiasma optikum dan/atau fossa pituitary
H.
PENGKAJIAN
a.
Faktor herediter atau riwayat
kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
b.
Lingkungan yang berpengaruh
seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
c.
Kebiasaan memasak dengan bahan
atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta
makanan yang diawetkan ( daging dan ikan)
d.
Golongan sosial ekonomi yang
rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty
& Nurbaiti, 2001 hal 146)
e.
Tanda dan gejala :
v Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat;
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
v Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada,
penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.
v Integritas
ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan,
menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi,
menarik diri, marah.
v Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
v Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
v Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
v Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan
v Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang
merokok)
v Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari
lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
v Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
(Doenges, 2000)
I.
Diagnosa
Keperawatan dan Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau
terkontrol
Kriteria hasil :
mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri .
Intervensi :
v Tentukan
riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi
v Berikan
tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan.
v Dorong
penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi,
bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
v Evaluasi
penghilangan nyeri atau kontrol
v Kolaborasi
: berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran
narkotik.
2.
Gangguan sensori persepsi
berubungan dengan gangguan status organ sekunder
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap
perubahan sensori pesepsi
Kriteria hasil : mengenal gangguan
dan berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi
:
v Tentukan
ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat.
v Orientasikan
pasien terhadap lingkungan
v Observasi
tanda-tanda dan gejala disorientasi
v Perhatikan
tentang suram atau penglihatan kabur
v Bicara
dengan gerak mulut yang jelas
v Bicara
pada sisi telinga yang sehat
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual muntah sekunder
Tujuan :
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
v Melaporkan
penurunan mual dan insidens muntah
v Mengkonsumsi
makanan dan cairan yang adekuat
v Menunjukkan
turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
v Melaporkan
tidak adanya penurunan berat badan tambahan
Intervensi :
v Sesuaikan
diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi
pasien
v Berikan
dorongan higiene oral yang sering
v Berikan
antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkan
v Pastikan
hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji
masukan dan haluaran.
v Pantau
masukan makanan tiap hari.
v Ukur
TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)
v Dorong
pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan
adekuat.
v Kontrol
faktor lingkungan (bau dan panadangan yang tidak sedap dan kebisingan)
4.
Resiko infeksi berhubungan
dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
v Menunjukkan
suhu normal dan tanda-tanda vital normal
v Tidak
menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.
v Menunjukkan
bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah disfungsi dan infeksi
respiratori
Intervensi :
v Kaji
pasienterhadap bukti adanya infeksi :
v Periksa
tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil,
perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih
saat berkemih
v Tingkatkan
prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang
mengalami infeksi.
v Tekankan
higiene personal
v Pantau
suhu
v Kaji
semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)
5.
Resiko terhadap perdarahan
berhubungan dengan gangguan sistem hematopoetik
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
Kriteria hasil :
v Tanda
dan gejala perdarahan teridentifikasi
v Tidak
menunjukkan adanya epistaksis
Intervensi
:
v Kaji
terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombosit
v Kaji
terhadap perdarahan : epsitaksis
v Instruksikan
cara-cara meminimalkan perdarahan : minimalkan penekanan/ gesekan pada hidung
0 komentar: