ASKEP CHILD
ABUSE
A. PENGERTIAN
Child abuse adalah seorang anak yang
mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga
menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak
tersebut. (Delsboro, 1963)
Child abuse dimana termasuk
malnutrisi dan mentelantarkan anak sebagai stadium awal dari indrom perlakuan
salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari
spectrum perlakuan salah oleh orang tuanya / pengasuh. (Fontana, 1971)
Child abuse adalah setiap tindakan
yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak optimal lagi.
Child Abuse adalah tindakan yang
mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak optimal lagi (David Gill, 1973)
Child abuse yaitu trauma fisik atau
mental, penganiayaan seksual, kelalaian pengobatan terhadap anak di bawah usia
18 tahun oleh orang yang seharusnya memberikan kesejahteraan baginya. (Hukum
masyarakat Amerika Serikat mendefinisikan, 1974)
Child Abuse adalah perlakuan salah
terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan
juga penyalahgunaan seksual (Synder, 1983)
Child abuse adalah sebagai suatu
kelalaian tindakan / perbuatan oleh orang tua atau yang merawat anak yang
mengakibatkan terganggu kesehatan fisik emosional serta perkembangan anak.
(Patricia, 1985)
Child Abuse adalah
penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi terhadap anak, dimana ini adalah
hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak
B. KLASIFIKASI
Perlakuan salah pada anak, menurut sifatnya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Penganiayaan fisik
Kekerasan
ringan atau berat berupa trauma, atau penganiayaan yang dapat menimbulkan
risiko kematian. Yang termasuk dalam katagori ini meliputi memar, perdarahan
internal, perdarahan subkutan, fraktur, trauma kepala, luka tikam dan luka
bakar, keracunan, serta penganiayaan fisik bersifat ritual.
2. Penganiayaan seksual
Penganiayaan
seksual dapat berupa inces (penganiayaan seksual oleh orang yang masih
mempunyai hubungan keluarga), hubungan orogenital, pornografi, prostitusi,
ekploitas, dan penganiayaan seksual yang bersifat ritual.
3.
Penganiayaan
psikologis
Yang termasuk
dalam kategori ini meliputi trauma psikologik yang dapat menganggu kehidupan
sehari-hari seperti ketakutan, ansietas, depresi, isolasi, tidak adanya respons
dan agresi yang kuat.
4. Pengetahuan
Pengabaian
disengaja, tetapi dapat juga karena ketidaktahuan atupun akibat kesulitan
ekonomi. Yang termasuk dalam kategori ini meliputi:
a.
Pengabaian
nutrisi atau dengan sengaja kurang memberikan makanan, paling sering dilakukan
pada bayi yang berat badan rendah. Gagal tumbuh, yaitu suatu kegagalan
dalam pemenuhan masukan kalori serta kebutuhan emosi anak yang cukup.
b.
Pengabaian
medis bagi anak penderita suatu penyakit akut atau kronik sehingga
mengakibatkan memburuknya keadaan, bahkan kematian.
c.
Pengabaian
pendidikan anak setelah mencapai usia sekolah, dengan tidak menyekolahkannya.
d.
Pengabaian
emosional, dimana orangtua kurang perhatian terhadap anaknya.
e. Pengabagian keamanan anak. Anak kurang pengawasan
sehingga menyebabkan anak mengalami risiko tinggi terhadap fisik dan jiwanya.
5. Sindroma munchausen
Sindroma
munchausen merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit yang dibuat dengan
pemberian keterangan medis palsu oleh orang tua, yang menyebabkan anak
banyak mendapat pemeriksaan/prosedur rumah sakit.
6.
Penganiayaan
emosional
Ditandai dengan
kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak.
Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain
C.
ETIOLOGI
Perlakuan salah terhadap anak bersifat
multidimensional, tetapi ada 3 faktor penting yang berperan dalam terjadinya
perlakuan salah pada anak, yaitu:
1. Karakteristik orangtua dan keluarga
Faktor-faktor yang banyak terjadi dalam keluarga
dengan child abuse antara lain:
a. Para orangtua juga penderita perlakuan salah pada masa
kanak-kanak.
b.
Orangtua yang
agresif dan impulsif.
c.
Keluarga dengan
hanya satu orangtua.
d.
Orangtua yang
dipaksa menikah saat belasan tahun sebelum siap secara emosional dan ekonomi.
e.
Perkawinan yang
saling mencederai pasangan dalam perselisihan.
f.
Tidak mempunyai
pekerjaan.
g.
Jumlah anak
yang banyak.
h.
Adanya konflik
dengan hukum.
i.
Ketergantungan
obat, alkohol, atau sakit jiwa.
j.
Kondisi
lingkungan yang terlalu padat.
k.
Keluarga yang
baru pindah ke suatu tempat yang baru dan tidak mendapat dukungan dari sanak
keluarga serta kawan-kawan.
2.
Karakteristik
anak yang mngalami perlakuan salah
Beberapa faktor
anak yang berisiko tinggi untuk perlakuan salah adalah:
a. Anak yang tidak diinginkan.
b. Anak yang lahir prematur, terutama yang mengalami
komplikasi neonatal, berakibat adanya keterikatan bayi dan orangtua yang
membutuhkan perawatan yang berkepanjangan.
c.
Anak dengan
retardasi mental, orangtua merasa malu.
d.
Anak dengan
malformasi, anak mungkin ditolak.
e.
Anak dengan
kelainan tingkah laku seperti hiperaktif mungkin terlihat nakal.
f.
Anak normal,
tetapi diasuh oleh pengasuh karena orangtua bekerja.
g.
Beban dari
lingkungan: Lingkungan hidup dapat meningkatkan beban terhadap perawatan anak.
Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa
penyiksaan anak dilakukan oleh orang tua dari banyak etnis, letak geografis,
agama, tingkat pendidikan, pekerjaan dan social ekonomi. Kelompok masyarakat
yang hidup dalam kemiskinan meningkatkan laporan penyiksaan fisik
terhadap anak-anak. Hal ini mungkin disebabkan karena:
a. Peningkatan krisis di tempat tinggal mereka (contoh:
tidak bekerja atau hidup yang berdesakan).
b. Akses yang terbatas ke pusat ekonomi dan sosial saat
masa-masa krisis.
c. Peningkatan jumlah kekerasan di tempat tinggal mereka.
d. Hubungan antara kemiskinan dengan faktor resiko
seperti remaja dan orang tua tunggal (single parent).
D. MANIFESTASI KLINIS
Anak- anak yang menjadi korban child
abuse rata-rata perkembangan psikologis mengalami gangguan.Mereka terlihat
murung, tertutup, jarang beradaptasi dan bersosialisasi, kurang konsentrasi,
dan prestasi akademik menurun (Hefler, 1976). Studi lain menemukan bahwa
anak-anak usia di bawah 25 bulan yang menjadi korban child abuse, skor
perkembangan kognitifnya lemah. Hal ini ditandai oleh empat perbedaan perilaku
dan perkembangan anak, yakni perbuatan kognitif, penyesuaian fungsi-fungsi di
sekolah, perilaku di ruang kelas. Dan perilaku di rumah (Mackner, 1997).
Anak yang berulang kali mengalami
jelas pada susunan saraf pusatnya dapat mengalami keterlambatan dan
keterbelakangan mental, kejang-kejang hidrosefalus, atau ataksia. Selanjutnya,
keluarga-keluarga yang tidak mendapat pengobatan serta perawatan yang memadai
cenderung akan menghasilkan anak remaja yang nakal dan menjadi penganiaya anak
sendiri pada generasi berikutnya.
Anak yang telah mengalami
penganiayaan seksual dapat menyebabkan perubahan tingkah laku dan emosi anak,
antara lain depresi, percobaan bunuh diri. Gangguan stress post traumatik, dan
penggunaan makan. Seorang anak laki-laki korban penganiayaan seksual di
kemudian hari.
Wanita yang secara fisik mengalami
kekerasan pada waktu anak-anak akan dua kali lebih tinggi rentan atas penyakit
atau gejala kegagalan untuk makan. Sebuah dampak yang membuat para wanita itu
ketika beranjak dewasa mengalami masalah dengan mengkonsumsi makanan. Namun
dampak yang paling besar dialami adalah akibat perlakuan keras dan pelecehan
seksual saat mereka masih gadis. Kekerasan saat kecil memang sudah lama menjadi
satu faktor penyebab timbulnya gejala atau penyakit sulit makan seperti
anorexia dan bulimia. Gejala bulimia ini pernah dialami oleh mendiang Putri
Wales, Putri Diana yang stress akibat perlakuan yang diterimanya. Gejala
anorexia dan bulimia hampir terjadi pada semua responden wanita dimana 102
wanita memiliki gejala yang jelas sementara 42 wanita lainnya harus melakukan
konsultasi dengan dokter mengenai gejala yang mereka alami. Seorang gadis akan
mengalami gejala perlakuan keras semasa kecil. Bahkan resiko itu akan naik tiga
hingga empat kali pada wanita yang mengalami kekerasan fisik dan seksual
sekaligus.
E. KOMPLIKASI
1.
Mengalami
keterlambatan dan keterbelakangan mental
2. Kejang-kejang
3. Hidrocepalus
4. Ataksia
5. Kenakalan remaja
6. Depresi dan percobaan bunuh diri
7. Gangguan Stress post traumatic
8. Gangguan makan
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakukan skrining
perdarahan pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan.
a. Swab untuk analisa asam fosfatase,
spermatozoa, dalam 72 jam setelah penganiayaan seksual.
b. Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk gonokokus.
c. Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B.
d. Analisa rambut pubis.
2.
Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis
perlakuan salah pada anak, yaitu untuk:
a. Identifikasi fokus dari bekas
b. Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia dua
tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak di atas
4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam
pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multipel dengan tingkat
penyembuhan yang berbeda, merupakan suatu kemungkinan adanya penganiayaan
fisik. Ultrasonografi (USG) digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi viseral.
CTscan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada penganiayaan anak atau seorang bayi yang mengalami
trauma kepala yang berat.
3.
MRI (Magnetic
Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut.
4.
Pemeriksaan
kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali
menemui adanya tanda adanya kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn
kebiasaan pada macam-macam child abuse di atas). Saat abuse terjadi, penting
bagi perawat untuk mendapatkan seluruh gambarannya, bicaralah dahulu dengan orang
tua tanpa disertai anak, kemudian menginterview anak. 6
a. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang
ditempatkan di rumah orang lain atau saudaranya untuk beberapa waktu.
b. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di
masa lalu, depresi, atau masalah psikiatrik.
c. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan
abuse
d. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan
dengan ketergantungan tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah,
intoleransi makanan, ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif, dan gangguan
kurang perhatian)
e. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik,
takut atau kecewa dengan jenis kelamin anak yang dilahirkan.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.
f. Kaji respon psikologis pada trauma
g. Kaji keadekuatan dan adanya support system
h. Situasi Keluarga
2. Diagnosa Keperawatan Dan Fokus Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan pengasuhan b.d. usia muda terutama remaja,
kurang pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan
pengaturan perawatan anak.
NOC: Setelah
dilakukan asuhan keperawatan maka orangtua akan menujukan disiplin yang
konstruktif, mengidentifikasi cara yang efektif untuk mengungkapkan marah atau
frustasi yang tidak membahayakan anak, berpartisipasi aktif dalam konseling dan
atau kelas orangtua.
Intervensi:
1) Dukung pengungkapan perasaan
2) Bantu orangtua mengidentifikasi deficit atau perubahan
menjadi orangtua
3) Berikan kesempatan interaksi yang sering untuk
orangtua atau anak
4) Keterampilan model peran menjadi orangtua
b. Kapasitas adaptif: penurunan intracranial b.d cedera
otak
NOC: Setelah
dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan peningkatan kapasitas
adaptif intrakranial yang ditunjukkan dengan keseimbangan cairan, keseimbangan
elektrolit dan asam-basa. Status neurologis, dan status neurologis: kesadaran.
Intervensi:
1) Pantau tekanan intrakranial dan tekanan perfusi
serebral
2) Pantau status neurologis pada interval yang teratur
3) Perhatikan kejadian yang merangsang terjadinya
perubahan pada gelombang TIK
4) Tentukan data dasar tanda vital dan irama jantung dan
pantau perubahan selama dan sesudah aktivitas
5) Ajarkan pada pemberi perawatan tentang tanda2 yang
mengindikasikan peningkatan TIK (misalnya: peningkatan aktivitas kejang)
6) Ajarkan pada pemberi perawatan tentang situasi
spesifik yang merangsang TIK pada klien (misalnya: nyeri dan ansietas);
diskusikan intervensi yang sesuai.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d ketidakmampuan memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor
psikologis.
NOC: Setelah
dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan status gizia; asupan
makanan, cairan, dan gizi, ditandai dengan indicator berikut (rentang nilai
1-5: tidak adekuat, ringan, sedang, kuat, atau adekuat total).
Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral total. Asupan cairan secara oral atau IV
Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral total. Asupan cairan secara oral atau IV
Intervensi:
1) Identifikasi faktor2 yang dapat berpengaruh terhadap
hilangnya nafsu makan pasien
2) Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin,
albumin dan elektrolit
3) Pengelolaan nutrisi: ketahui makanan kesukaan klien,
pantau kandungan nutrisi dan kalori pada cetakan asupan, timbang klien pada
interval yang tepat
4) Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
5) Ajarkan klien/keluarga tentang makanan bergizi dan
tidak mahal
6) Pengelolaan nutrisi: berikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
DAFTAR PUSTAKA
-
http://zieshila.wordpress.com/child-abuse-dan-child-neglect/
-
http://nersqeets.blogspot.com/2009/06/askep-child-abuse.html
0 komentar: